"Ada peluang untuk mengurangi beberapa dampak ini namun membutuhkan
perencanaan saat ini, bukan ketika generasi mendatang mewarisi
masalah-masalah ini."
Sebuah tinjauan ilmiah utama terbaru, yang melibatkan lebih dari 30
ilmuwan dari Australia, Selandia Baru dan Kepulauan Pasifik, menetapkan
pengetahuan kita saat ini pada dampak perubahan iklim terhadap
keanekaragaman hayati dalam edisi khusus terbaru jurnal ilmiah Pacific
Conservation Biology.
Edisi khusus, yang diluncurkan dalam Konferensi Internasional untuk Ahli Biologi Konservasi
di Auckland ini, juga menyajikan pilihan bagi pemerintah dalam
mengelola ekosistem yang kompleks untuk menghadapi ancaman perubahan
iklim.
Salah seorang dari dua editor utama, Profesor Richard
Kingsford, Direktur Australian Wetlands and Rivers Centre di Univeristas
New South Wales mengatakan: “Keanekaragaman hayati di wilayah kami
sudah sangat dipengaruhi oleh hilangnya habitat, polusi, binatang dan
gulma liar serta pemanenan. Dampak perubahan iklim hanya membuat semua
masalah ini menjadi jauh lebih buruk.”
Delapan ulasan ilmiah
berfokus pada pemahaman ilmiah saat ini terhadap perubahan iklim di
Australia, Selandia Baru dan Kepulauan Pasifik, dan juga bagaimana hal
ini bisa bervariasi pada lingkungan darat, laut dan air tawar.
Tidak
mengejutkan, semua makalah mengidentifikasi bahwa peningkatan suhu dan
kenaikan permukaan air laut berdampak cukup besar pada keanekaragaman
hayati.
“Penduduk dan lingkungan mereka di Kepulauan Pasifik telah
berada di garda depan dampak global perubahan iklim dan ini
diperkirakan akan memburuk karena naiknya permukaan air laut. Kura-kura
dan burung laut yang bertelur di pantai serta lahan basah air tawar
menjadi sangat rentan,” kata Kingsford.
Editor lainnya, Dr. James
Watson dari Wildlife Conservation Society dan Presiden Dewan Oseania
Masyarakat untuk Biologi Konservasi, memperingatkan bahwa dampak
perubahan iklim mempengaruhi lingkungan darat, laut dan air tawar dalam
berbagai cara.
“Temperatur yang naik di lingkungan darat akan
berubah di mana hewan dan tumbuhan bisa hidup di masa depan, dengan
beberapa spesies yang rentan terhadap suhu ekstrim,” kata Dr. Watson.
“Dalam sistem kelautan, kenaikan permukaan laut dan dampak dari suhu dan
keasaman pada sistem terumbu karang menjadi perhatian khusus. Air tawar
sungai dan lahan basah kami juga sangat rentan terhadap peningkatan
suhu dan perubahan curah hujan di luar toleransi berbagai organisme yang
berbeda-beda.”
Konsekuensi dari perubahan iklim tidak akan
terelakkan, mengingat kurangnya inisiatif global yang efektif untuk
membatasi gas rumah kaca sehingga semua makalah juga menkanvaskan
berbagai pilihan adaptasi bagi lingkungan dan pemerintah, menurut
Kingsford.
“Ada beberapa hal yang jelas yang bisa kita lakukan,”
katanya. “Jika kita menghentikan praktek-praktek yang tidak
berkelanjutan – seperti pengembangan sungai, penggundulan vegetasi dan
menghancurkan habitat laut – kita akan membuat lingkungan yang jauh
lebih tangguh.”
Dr. Watson mengatakan ada banyak cara efektif
perencanaan untuk masa depan: “Kita harus meningkatkan area taman
nasional kita, mengkoneksikan bagian-bagian lanskap yang terfragmentasi
dan memulihkan habitat yang rusak. Untuk beberapa tanaman dan hewan
ikonik, kita bahkan mungkin harus mentranslokasi mereka dari
tempat-tempat di mana toleransi mereka terlampaui. “
Edisi khusus
jurnal ini memberikan sinyal yang jelas kepada pemerintah dan masyarakat
kawasan Oseania tentang dampak tekanan perubahan iklim terhadap
keanekaragaman hayati beserta tantangannya, kata Kingsford.
“Ada
peluang untuk mengurangi beberapa dampak ini namun membutuhkan
perencanaan saat ini, bukan ketika generasi mendatang mewarisi
masalah-masalah ini.”
faktailmiah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini