Kamis, Februari 28, 2019

Jenis-jenis Kayu untuk Furniture

Dulu furniture dibuat dengan menggunakan kayu utuh tanpa sambungan agar lebih kokoh karena ketabalannya. Karena persediaan kayu yangterbatas kemudian orang membuat furniture dengan menggunakan kayu yangdisambung-sambung. Sekarang kayu semakin langka sehingga limbah kayupun dimanfaatkan dan diolah menjadi kayu lapis, MDF, HDF, particleboard baru kemudian dibuat menjadi furniture.

Kayu Solid
Kayu solid merupakan bahan terkuat dan paling tahan lama dibandingkan kayu olahan. Namun persediaannya terbatas sehingga harganya pun sangat mahal. Proses pengerjaannya pun membutuhkan keterampilan yang khusus.Pengeringan harus sempurna untuk mengindari sifat muai susut kayu

Kayu lapis (plywood)
Kayu lapis merupakan kayu olahan yang biasa kita kenal dengan sebutan tripleks atau mutipleks. Kayu lapis dibentuk dari beberapa lembaran kayu yang direkatkan dengan tekanan tinggi. Ketabalanya bervariasi dari mulai 3mm, 4mm, 9mm dan 18mm dan luasannya 244 x 122 cm. Ketebalan plywood menentukan kekuatan dan kestabilannya. Jenis kayu ini paling banyak dipakai sebagai material pembuat kitchen set, lemari, meja, dan tempat tidur.

Blockboard (Papan Blok)
Blockboard merupakan potongan kayu kotak kecil-kecil (sekitar 2.5-5cm) yang dipadatkan dengan mesin dan diberi pelapis venner di kedua sisinya sehingga menjadi sebuah lembaran menyerupai papan. Ketebalannya bisa 12mm, 15mm dan 18mm dan luasannya sama dengan multipleks. Blockboard biasanya dibuat dari kayu lunak sehingga tidak sekuat plywood. Harganya pun sedikit dibawah plywood. 

Kayu MDF (Medium Density Fibreboard)
MDF terbuat dari serbuk kayu halus dan bahan kimia resin yang direkatkan dan dipadatkan dengan suhu dan tekanan yang tinggi. Kayu yang dipakai biasanya diambil dari kayu sisa perkebunan ataupun bamboo. Ini membuat MDF lebih ramah lingkungan. Bentuknya berupa papan atau lembaran yang siap dipotong sesuai dengan kebutuhan. Versi yang lebih padat dan lebih kuat dikenal dengan HDF (High Density Fibreboard. MDF sangat fleksibel sehingga mudah dibentuk. Ukuran dan kekuatannya konsisten. Namun karena memakai bahan kimia resin, MDF lebih berat dari Plywood dan particle board. Di pasaran MDF memiliki jenis finishing yang sangat berfariasi dari cat kayu, venner, PVC, HPL atau pun paper laminate. Warna dan motifnya dapat dibuat sangat beragam.

Particle Board (Papan partikel)
Particle board terbuat dari partikel sisa pekerjaan kayu seperti serbuk gergaji, potongan kayu kecil, serpihan kayu dan bahan kimia resin yang direkatkan dengan tekanan tinggi dan kemudian dikeringkan. Prosesnya kurang lebih hampir sama dengan MDF hanya bahan MDF lebih halus dan seragam sedangkan partikel board lebih kasar dan tidak beraturan. Harga particle board paling murah diantara kayu olahan lainnya. Musuh terbesarnya adalah air sehingga mempunyai keterbatasan dalam pemakaiannya di rumah tangga. Jika bahan ini basah maka kekuatannya akan hilang. 

Selain itu particle board juga dapat melengkung jika menahan beban berat. Dalam proses finishingnya particle tidak bisa di cat atau di coating karena teksturnya yang kasar. Sehingga untuk menutupi permukaannya dipakai lapisan veneer, laminate atau fancy paper laminate yang direkatkan.

Rabu, Februari 27, 2019

KISEUREUH (Piper aduncum)

Sinonim
Piper angustifolium 
Piper celtidifolium 
Piper elongatum

Nama Umum
Indonesia: kiseureuh, seuseureuhan;
Inggris: higuillo de hoja menuda

Klasifikasi
Kingdom:                            Plantae
Subkingdom:                      Tracheobionta
Superdivisi:                         Spermatophyta
Divisi:                                 Magnoliophyta
Kelas:                                  Magnoliopsida
Subkelas:                             Magnoliidae
Ordo:                                   Piperales
Famili:                                 Piperaceae
Genus:                                 Piper
Spesies:                               Piper aduncum L.

plantamor

Selasa, Februari 26, 2019

Pengertian Reduced Impact Logging

Sejarah kelahiran teknik pembalakan ramah lingkungan atau Reduced Impact Logging dilandasi oleh kesadaran bahwa penerapan teknik pembalakan konvensional memberi kontribusi yang tinggi terhadap tingkat kerusakan hutan. Dengan ciri-ciri berupa kegiatan tebang dan jual, praktek penebangan konvensional telah mengakibatkan kerusakan hutan mulai dari terbukanya lahan hutan, kerusakan tanah, erosi, kerusakan tegakan tinggal, dan penumpukan limbah penebangan.

Pengertian Reduced Impact Logging (RIL)
Pembalakan ramah lingkungan berdasarkan terminologi konsep RIL mengacu pada definisi low impact logging (LIL), reduced impact timber harvesting (RITH), pembalakan yang direncanakan, serta pembalakan yang bernuansa lingkungan. Berdasarkan terminologi di atas, RIL didefinisikan sebagai teknik pembalakan hutan yang direncanakan secara intensif dengan sistem operasi lapangan menggunakan teknik pelaksanaan dan peralatan yang tepat serta diawasi secara terpadu untuk meminimalkan kerusakan tanah maupun kerusakan tegakan tinggal. Oleh karena itu RIL merupakan salah satu teknik yang dapat menggantikan teknik pembalakan konvensional yang terbukti menjadi penyebab degradasi fungsi ekologis hutan.

Tujuan Teknik RIL
Tujuan penerapan teknik RIL antara lain adalah :
- Meminimalkan dampak negatif aktivitas pembalakan hutan pada lingkungan seperti erosi, sedimentasi, maupun pengeruhan air sungai
- Meningkatkan efisiensi pembalakan melalui pengurangan volume limbah penebangan, biaya pembalakan dan peningkatan kualitas produksi kayu
- Menciptakan ruang tumbuh yang optimal bagi tegakan tinggal dengan memaksimalkan pertumbuhan pohon dan hasil hutan non-kayu
- Meningkatkan pendapatan, kesehatan, dan keselamatan pekerja maupun masyarakat, serta
- Menciptakan prakondisi pengelolaan hutan tropis secara lestari

Komponen Penting dalam Teknik RIL
Dalam pelaksanaannya, untuk mengoptimalkan dampak positif yang dikontribusikan dari implementasi teknik RIL, terdapat 7 (tujuh) komponen penting yang harus disiapkan dan dilaksanakan.
1. Survei yang bertujuan mendapatkan data yang diperlukan untuk perencanaan kegiatan pembalakan.
2. Pemetaan lokasi pohon dan topografi sebagai petunjuk penyaradan dan penebangan.
3. Pembersihan jenis-jenis liana pada kegiatan pembalakan untuk memudahkan penebangan dan penyaradan
4. Pelatihan yang baik untuk mengikuti dinamika ilmu pengetahuan.
5. Pengarahan rutin tentang teknik dan prosedur pembalakan untuk mengikuti dinamika ilmu pengetahuan dan teknologi.
6. Perlakuan pasca penebangan.
7. Pengadopsian sistem pembayaran berupa gaji dan insentif yang disesuaikan dengan jumlah maupun kualitas produksi yang dihasilkan untuk menjamin kesejahteraan tenaga kerja.

Tahapan Kegiatan RIL di Indonesia
Kegiatan memanen hasil hutan kayu dengan teknik RIL di Indonesia, secara konsep teknis mengacu pada sistem silvikultur TPTI. Implementasi konsepsi teknis RIL dalam TPTI terbagi dalam 4 tahap yaitu:
- Et-3 (tiga tahun sebelum penebangan) meliputi kegiatan penataan areal kerja
- Et-2 (dua tahun sebelum penebangan) meliputi kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP), survei topografi, pembuatan peta pohon pada peta kontur, dan perencanaan pembukaan wilayah hutan (PWH)
- Et-1 (satu tahun sebelum penebangan) meliputi kegiatan perencanaan pemanenan, pembukaan wilayah hutan, dan persiapan lapangan sebelum penebangan.
- Et-0 (pada tahun penebangan) meliputi kegiatan pembukaan tempat pengumpulan kayu (TPn) dan pembukaan jalan sarad, penebangan, dan pembagian batang, operasi penyaradan, pembagian batang, pengulitan, dan penumpukan kayu di TPn, pengangkutan kayu, perbaikan areal pasca panen, serta inspeksi dan pelaporan.

Pada prinsipnya teknik RIL sendiri secara konsep di bagi ke dalam 4 jenis kegiatan yaitu:
1. Kegiatan perencanaan pemanenan yang meliputi 3 kegiatan utama yaitu kegiatan sebelum perencanaan penebangan, penataan zona penebangan, dan perencanaan penebangan.
2. Kegiatan operasi pemanenan yang meliputi 3 kegiatan utama yaitu supervisi operasi pembalakan, operasi penebangan, dan operasi penyaradan dan penumpukan kayu di TPn
3. Kegiatan pemeliharaan yang meliputi 3 kegiatan utama yaitu pemeliharaan dan servis, kesehatan kamp, dan keselamatan kerja
4. Kegiatan pasca panen yang meliputi 7 tahap kegiatan utama yaitu penutupan jalan, penutupan jalan
sarad, penutupan penyeberangan sementara, penutupan tambang, penutupan TPn, penutupan kamp dan bengkel, dan pemeliharaan rutin.

sumber

Senin, Februari 25, 2019

KECOMBRANG (Etlingera elatior)

Sinonim
Nicolaia elatior (Jack) Horan.
Nicolaia speciosa Horan
Phaeomeria magnifica (Roscoe) K. Schum.

Nama Umum
Inggris: porcelain rose, torch ginger;
Indonesia: kecombrang, honje [sun];
Malaysia: kantan

Klasifikasi
Kingdom:                            Plantae
Subkingdom:                       Tracheobionta
Superdivisi:                         Spermatophyta
Divisi:                                 Magnoliophyta
Kelas:                                  Liliopsida
Subkelas:                             Commelinidae
Ordo:                                    Zingiberales
Famili:                                  Zingiberaceae
Genus:                                   Etlingera
Spesies:                                 Etlingera elatior (Jack) R. M. Sm.

plantamor.com

Minggu, Februari 24, 2019

Pengertian Ergonomi

Ergonomi adalah suatu cabang ilmu bersifat multi-disipliner yang lahirnya setelah perang dunia II. Ergonomi berasal dari kata: ergon dan nomos. Ergon berarti kerja, nomos berarti aturan atau hukum. Di dalam ergonomi terkandung makna penyerasian jenis pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap tenaga kerja atau sebaliknya. Hal ini terkait dengan penggunaan teknologi yang tepat, sesuai dan serasi dengan jenis pekerjaan serta didukung oleh penggunaan teknologi yang tepat, sesuai dan serasi dengan jenis pekerjaan serta diperlukan pemahaman tentang bagaimana caranya memanfaatkan manusia sebagai tenaga kerja seoptimal mungkin sehingga diharapkan tercapai efisiensi, efektivitas dan produktivitas yang optimal.

Ergonomi merupakan ilmu terapan yang mempelajari dan mencari pemecahan peresoalan yang menyangkut faktor manusia dalam proses produksi. Dapat dikatakan pula ergonomi sebagai teknologi untuk mendesain / mengatur kerja, sedang ruang lingkup ilmu ergonomi meliputi sejumlah aplikasi beberapa ilmu lain yang saling mendukung, seperti ilmu anatomi, ilmu faal, ilmu psikologi, ilmu teknik dan sejumlah ilmu lain yang secara bersama-sama menempatkan faktor manusia sebagai fokus utama dalam rangkaian kerja yang terdapat dalam sistem kerja, dimana sebagai salah satu faktor penentu keberhasilan kerja. Dimana di dalamnya terkandung pengertian adanya jaminan keselamatan, keamanan dan kenyamanan selama bekerja.

Ada beberapa aspek dalam penerapan ergonomi yang perlu diperhatikan, antara lain :
Faktor manusia
Penataan dalam sistem kerja menuntut faktor manusia sebagai pelaku/pengguna menjadi titik sentralnya. Pada bidang rancang bangun dikenal istilah Human Centered Design (HCD) atau perancangan berpusat pada manusia. Perancangan dengan prinsip HCD, berdasarkan pada karakter-karakter manusia yang akan berinteraksi dengan produknya. Sebagai titik sentral maka unsur keterbatasan manusia haruslah menjadi patokan dalam penataan suatu produk yang ergonomis. Ada beberapa faktor pembatas yang tidak boleh dilampaui agar dapat bekerja dengan aman, nyaman dan sehat, yaitu : Faktor dari dalam (internal factors) dan Faktor dari luar (external factor). Tergolong dalam faktor dari dalam (internal factors) ini adalah yang berasal dari dalam diri manusia seperti : umur, jenis kelamin, kekuatan otot, bentuk dan ukuran tubuh, dll. Sedangkan Faktor dari luar (external factor) yang dapat mempengaruhi kerja atau berasal dari luar manusia, seperti : penyakit, gizi, lingkungan kerja, sosial ekonomi dan adat istiadat, dll.

Faktor Anthropometri
Yaitu pengukuran yang sistematis terhadap tubuh manusia, terutama seluk beluk baik dimensional ukuran dan bentuk tubuh manusia. Antropometri yang merupakan ukuran tubuh digunakan untuk merancang atau menciptakan suatu sarana kerja yang sesuai dengan ukuran tubuh penggunanya. Ukuran alat kerja menentukan sikap, gerak dan posisi tenaga kerja, dengan demikian penerapan antropometri mutlak diperlukan guna menjamin adanya sistem kerja yang baik. Ukuran alat-alat kerja erat kaitannya dengan tubuh penggunanya. Jika alat-alat tersebvut tidak sesuai, maka tenaga kerja akan merasa tidak nyaman dan akan lebih lamban dalam bekerja yang dapat menimbulkan kelelahan kerja atau gejala penyakit otot yang lain akibat melakukan pekerjaan dengan cara yang tidak alamiah.

Faktor Sikap Tubuh dalam Bekerja
Hubungan tenaga kerja dalam sikap dan interaksinya terhadap sarana kerja akan menentukan efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja, selain SOP (Standard Operating Procedures) yang terdapat pada setiap jenis pekerjaan. Semua sikap tubuh yang tidak alamiah dalam bekerja, misalnya sikap menjangkau barang yang melebihi jangkauan tangannya harus dihindarkan. Penggunaan meja dan kursi kerja ukuran baku oleh orang yang memiliki ukuran tubuh yang lebih tinggi atau sikap duduk yang terlalu tinggi sedikit banyak akan berpengaruh terhadap hasil kerjanya.

Faktor Manusia & Mesin
Penggunaan teknologi dalam pelaksanaan produksi akan menimbulkan suatu hubungan timbal balik antara manusia sebagai pelaku dan mesin sebagai sarana kerjanya. Dalam proses produksi, hubungan ini menjadi sangat erat sehingga merupakan satu kesatuan. Secara ergonomis, hubungan antara manusia dengan mesin haruslah merupakan suatu hubungan yang selaras, serasi dan sesuai.



Faktor Pengorganisasian Kerja
Pengorganisasian kerja terutama menyangkut waktu kerja, waktu istirahat, kerja lembur dan lainnya yang dapat menentukan tingkat kesehatan dan efisiensi tenaga kerja. Diperlukan pola pengaturan waktu kerja dan waktu istirahat yang baik, terutama untuk kerja fisik yang berat. Jam kerja selama 8 (delapan) jam / hari diusahakan sedapat mungkin tidak terlampaui, apabila tidak dapat dihindarkan, perlu diusahakan group kerja baru atau perbanyakkan kerja shift. Untuk pekerjaan lembutr sebaiknya ditiadakan, karena dapat menurunkan efisiensi dan produktivitas kerja serta meningkatnya angka kecelakaan kerja dan sakit.

Sedangkan faktor keenam adalah Faktor Pengendalian Lingkungan Kerja. 

Sabtu, Februari 23, 2019

ILALANG (Imperata cylindrica)

Nama Umum
Indonesia: ilalang, alang-alang [jav], eurih [sun], ambengan [ban];
Filipina: kogon;
China: bai mao gen;
Jepang: chigaya;
Inggris: cogon grass, satintail, blady grass

Klasifikasi
Kingdom:                            Plantae
Subkingdom:                      Tracheobionta
Superdivisi:                        Spermatophyta
Divisi:                                 Magnoliophyta
Kelas:                                  Liliopsida
Subkelas:                            Commelinidae
Ordo:                                   Poales
Famili:                                 Poaceae
Genus:                                 Imperata
Spesies:                               Imperata cylindrica (L.) P. Beauv.


Sinonim
Imperata arundinacea Cirillo
Lagurus cylindricus L.

plantamor.com


Jumat, Februari 22, 2019

Macam-macam bahan pengawet kayu menurut bahan pelarut

Dalam penggunaan bahan pengawet kayu harus diperhatikan sifat-sifat bahan pengawet agar sesuai dengan tujuan pemakaian. Bahan pengawet yang larut dalam air, menggunakan air biasa sebagai bahan pengencer. Bahan pengawet yang larut dalam minyak, menggunakan minyak sebagai bahan pengencer. Bahan pengawet yang berupa minyak, tapi masih dapat diencerkan dengan bermacam-macam minyak.

1. Bahan pengawet larut air
Tipe bahan pengawet ini memiliki sifat-sifat umum sebagai berikut:
Dijual dalam perdagangan berbentuk garam, larutan pekat, dan tepung.
Tidak mengotori kayu.
Kayu yang sudah diawetkan masih dapat di-finishing (politur atau cat) setelah kayu tersebut dikeringkan terlebih dahulu.
Penetrasi dan retensi bahan pengawet cukup tinggi masuk ke dalam kayu.
Mudah luntur.

Jenis ini baik digunakan untuk mengawetkan kayu yang akan digunakan di dalam rumah (perabot, dan lain-lain) yang umumnya terletak di bawah atap. Dianjurkan, setelah kayu perabot tersebut diawetkan dan dikeringkan, selanjutnya di-finishing. Gunanya untuk menutup permukaan kayu agar bahan pengawet tidak terpengaruh oleh udara lembab, sebab kayu cenderung untuk membasah (sifat higroskopis). Nama-nama bahan pengawet dalam perdagangan antara lain: Tanalith C, Celcure, Boliden, Greensalt, Superwolman C, Borax, Asam Borat, dan lain-lain. Konsentrasi larutan dapat berbeda-beda tergantung tujuan pemakaian kayu setelah diawetkan (rata-rata 5-10%).

2. Bahan pengawet larut minyak
Sifat-sifat umum yang dimiliki sebagai berikut:
Dijual dalam perdagangan berbentuk cairan agak pekat, bubuk (tepung). Pada waktu akan digunakan, dilarutkan lebih dahulu dalam pelarut-pelarut antara lain: solar, minyak disel, residu, dan lain-lain.
Bersifat menolak air, daya pelunturannya rendah, sebab minyak tidak dapat bertoleransi dengan air.
Daya cegah terhadap makhluk perusak kayu cukup baik.
Memiliki bau tidak enak dan dapat merangsang kulit (alergis).
Warnanya gelap dan kayu yang diawetkan menjadi kotor.
Sulit di-finishing karena lapisan minyak yang pekat pada permukaan kayu.
Penetrasi dan retensi agak kurang, disebabkan tidak adanya toleransi antara minyak dan kandungan air pada kayu.
Mudah terbakar.
Tidak mudah luntur.

Nama-nama perdagangan bahan pengawet larut minyak antara lain: PCP (Pentha Chlor Phenol), Rentokil, Cu-Napthenate, Tributyltin-oxide, Dowicide, Restol, Anticelbor, Cuprinol, Solignum, Xylamon, Brunophen, Pendrex, Dieldrien, dan Aldrin.

3. Bahan pengawet berupa minyak
Sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet berupa minyak sama dengan sifat-sifat yang dimiliki oleh bahan pengawet larut minyak. Penggunaannya diusahakan dijauhkan dari hubungan manusia, karena baunya tidak enak dan mengotori tempat. Penggunaannya dengan metode tertentu. Nama-nama perdagangan yang terkenal antara lain: Creosot, Carbolineum, Napthaline, dan lain-lain. Umumnya penggunaan bahan pengawet larut minyak dan berupa minyak tidak begitu luas dalam penggunaan, orang lebih cenderung menggunakan bahan pengawet yang lain dalam arti mudah dan praktis.

Rabu, Februari 20, 2019

Kamboja Jepang (Adenium obesum)

KAMBOJA JEPANG (Adenium obesum)
Kamboja Jepang

Nama di beberapa negara
Inggris: desert rose;
Indonesia: kamboja jepang, adenium obesum;
Thailand: choa chuem

Klasifikasi
Kingdom:                          Plantae
Subkingdom:                    Tracheobionta
Superdivisi:                      Spermatophyta
Divisi:                              Magnoliophyta
Kelas:                               Magnoliopsida
Subkelas:                         Asteridae
Ordo:                               Gentianales
Famili:                              Apocynaceae
Genus:                              Adenium
Spesies:                           Adenium obesum (Forssk.) Roem. & Schult

Hubungan Emisi Gas Buang dan Efek Rumah Kaca

Emisi adalah zat, energi atau komponen lain yang dihasilkan dari suatu kegiatan yang masuk atau dimasukkannya ke dalam udara yang mempunyai atau tidak mempunyai potensi sebagai unsur pencemar. Sehingga bisa dikatakan emisi merupakan zat energy atau komponen yang dihasilkan dari kegiatan yang berlebihan. Salah satu yang sering disebut dan sering dikaitkan dengan pemanasan global adalah emisi gas buang dimana emisi gas buang merupakan gas-gas yang dikeluarkan dari hasil pembakaran senyawa yang mengandung karbon, dan hidro karbon. Emisi gas buang ini menyumbang 13% dari total sumber emisi di seluruh dunia dan penghasil emisi terbesar kedua setelah gas rumah kaca. Salah satu dari emisi gas buang ini masuk kedalam senyawa gas rumah kaca yang disepakati dalam Protokol Kyoto

Enam senyawa gas rumah kaca yang disepakati dalam Protokol Kyoto, yaitu :
1.      Karbondioksida (CO₂)
Kenaikan konsentrasi gas CO₂ ini disebabkan oleh kenaikan pembakaran bahan bakar minyak (BBM), batu bara dan bahan bakar organik lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk mengabsorbsinya.

2.      Metana (CH₄)
merupakan insulator (zat penyerap, tidak menghantarkan, isolator) yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi (penambangan, pengeboran) dan transportasi (pengolahan) batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari pencernaan. Gas ini efeknya lebih parah daripada CO₂, tetapi jumlahnya jauh lebih sedikit dibanding CO₂, sehingga dampaknya tidak sebesar CO₂.

3.      Nitrogen Oksida (N₂O)
adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen dioksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.

4.      Chloro-Fluoro-Carbon (CFC)
CFC atau yang disebut sebagai Freon. Gas ini dihasilkan oleh pendingin-pendingin yang menggunakan freon, seperti kulkas, AC, dll. Gas ini selain mampu menahan panas juga mampu mengurangi lapisan ozon, yang berguna untuk menahan sinar ultraviolet masuk ke dalam bumi. CFC ini menyerang Ozon, akibatnya kandungan Ozon di angkasa menipis dan mengakibatkan lubang di kutub utara dan selatan, sehingga UV (ultraviolet) mampu menerobos masuk ke atmosfer dan menyebabkan terjadinya radiasi.

5.      Hidro-Fluoro-Carbon (HFCs)
HFCs ini juga disebut sebagi Freon. Gas ini juga dihasilkan oleh pendingin-pendingin yang menggunakan freon, seperti kulkas, AC, juga terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan dan dapat menimbulkan pemanasan global.

6.      Sulfur Heksafluorida (SF₆)
Konsentrasi gas ini di atmosfer meningkat dengan sangat cepat, yang walaupun masih tergolong langka di atmosfer tetapi gas ini mampu menangkap panas jauh lebih besar dari gas-gas rumah kaca yang telah dikenal sebelumnya. Hingga saat ini sumber industri penghasil gas ini masih belum teridentifikasi.

Selain keenam gas rumah kaca itu ada juga gas rumah kaca lainnya seperti :
1.      Uap Air
Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi secara regional, dan aktifitas manusia tidak secara langsung mempengaruhi konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. 

Dalam model iklim, meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas antropogenik akan menyebabkan meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO₂. Perubahan dalam jumlah uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya awan. Uap air ini dapat menjadi sebuah ‘lingkaran setan’, karena dengan semakin meningkatnya suhu bumi, maka air (laut, danau, dll) akan semakin banyak yang menguap dan menambah jumlah uap air di atmosfer, dengan kondisi demikian suhu bumi pun akan semakin meningkat, karena uap air juga merupakan gas rumah kaca.

2.      Nitrogen triflorida (NF3)
NF₃ bersumber dari teknologi layar flat-panel. Penelitian terbaru menunjukkan dalam beberapa tahun terakhir efek gas NF3 semakin meningkat di luar perkiraan. Kadar nitrogen triflorida di udara diperkirakan meningkat empat kali lipat beberapa tahun terakhir dan 30 kali lipat sejak 1978. Namun, peningkatan tersebut hanya menyumbang 0,04 persen dari total efek pemanasan global yang disebabkan oleh karbon dioksida. Gas ini biasanya digunakan sebagai semacam pembersih pada industri manufaktur televisi dan monitor komputer serta panel.

Nitrogen triflorida yang dihitung dengan skala bagian per triliun di udara selama ini memang dianggap ancaman tak berarti. Menurut profesor geofisika Ray Weiss di Lembaga Oseanografi, upaya awal untuk mengetahui jumlah gas tersebut di udara memang diremehkan mengingat jumlahnya yang tak terlalu besar.

Tetapi gas tersebut justru dikategorikan sebagai salah satu gas yang lebih berbahaya karena ratusan kali lebih kuat menyimpan panas daripada karbon dioksida.

3.      Sulfur dioksida (SO₂)

4.      Nitrogen monoksida (NO)





Senin, Februari 18, 2019

Pohon Puspa (Schima wallichii)

PUSPA (Schima wallichii)

Nama Umum: puspa, seru, ceheru, cihu, parakpak

Kingdom                  : Plantae
Subkingdom             : Tracheobionta
Superdivisi               : Spermatophyta
Divisi                       : Magnoliophyta
Kelas                        : Magnoliopsida
Subkelas                   : Dilleniidae
Ordo                         : Theales
Famili                       : Theaceae
Genus                       : Schima
Spesies                     : Schima wallichii (DC.) Korth.

Jumat, Februari 15, 2019

MILAS (Parastemon urophyllum)

MILAS (Parastemon urophyllum)

Nama Umum Indonesia: milas, ilas, malas

Klasifikasi
Kingdom               : Plantae
Subkingdom          : Tracheobionta
Superdivisi            : Spermatophyta
Divisi                    : Magnoliophyta
Kelas                     : Magnoliopsida
Subkelas                : Rosidae
Ordo                      : Rosales
Famili                    : Rosaceae
Genus                   : Parastemon
Spesies                 : Parastemon urophyllum A. DC

Rabu, Februari 13, 2019

Rumput Teki (Cyperus rotundus L)

Rumput Teki (Cyperus rotundus L)

Rumput Teki Ladang sumber wikipedia

Rumput teki adalah rumput liar yang tumbuh di tempat terbuka, tanaman ini sangat adaptif dan mampu untuk tumbuh hampir dikondisi apapun dan sangat sulit untuk diberatas.

Kingdom                              : Plantae
Sub Kingdom                       : Viridiplantae
Infra Kingdom                      : Streptophyta
Super Divisi                          : Embryophyta
Divisi                                     : Tracheophyta
Sub Divisi                              : Spermatophytina
Kelas                                      : Magnoliopsida
Super Ordo                             : Lilianae
Ordo                                        : Poales
Famili                                      : Cyperaceae
Genus                                       : Cyperus L.
Spesies                                     : Cyperus rotundus L.

Kayu Raru (Cotylelobium melanoxylon)

Dibalik manfaat kulit Pohon Giam (Cotylelobium melanoxylon) atau lebih dikenal dengan nama Pohon raru. Pohon Raru saat ini merupakan tanaman yang termasuk dalam kategori hampir punah sejak tahun 1998. Untuk itu perlu adanya perhatian dalam upaya konservasi untuk mencegah punahnya Pohon raru ini. 

Senin, Februari 11, 2019

Buah Lapiu buah khas Kalimantan Yang Makin Langka

Tidak berlebihan bila beberapa pakar mengatakan bahwa Indonesia sebagai Negara kepulauan dengan 17.244 buah pulau, yang memiliki Rain Forest terbesar kedua di dunia kaya akan Biodiversity Fauna dan Flora, terlebih dengan posisinya yang terletak antara dua benua membuatnya memiliki keragaman Biota yang tinggi dari kedua benua tersebut.

Salah satunya buah khas Kalimantan terutama didaerah  sepanjang tepi sungai yang ada di Kalimantan Utara yaitu Buah Lapiu yang mirip dengan jengkol. Pohon Lapiu menempel dan merambat dari pohon ke pohon, menurut beliau pohon ini kalau di potong batangnya akan mengeluarkan air, Daun berbentuk segi empat memanjang (sprt trapesium), dalam satu daun terdapat empat tulang daun dari pangkal daun, satu tangkai terdapat dua lembar daun dari satu tangkai pada cabang pohon merambat dan berwarna Hijau,  batang yang berwarna kayu (Kuning kecoklatan) buah berbentuk polongan (biasa) antara 4 – 6 polong  dan bila telah tua akan berwarna Coklat kehitaman serta merekah terbelah dua maka  buah biji-biji akan berjatuhan  ketanah.    

Buah Lapiu

Bentuk buah Lapiu merupakan biji agak pipih  berbentuk  bundar (diameter 3-7 Cm) terbungkus kulit ari yang tipis dan licin berwarna Coklat kemerahan, sedang isinya berwarna putih kekuningan terbelah dua.  Buah Lapiu mungkin masih se Famili dengan buah Jengkol yang termasuk buah polong-polongan (bentuk sprt terpelintir) dengan nama latin Archidendron panviflorum (Benth), Famili Fabaceae namun buah Jengkol lebih tebal, bundar,  besar dan tumbuhan pohon namun dari rasa buah Lapiu lebih berasa gurih dan efek bau setelah memakannya tidak ada. Cara memasaknya pun sangat mudah yaitu hanya dengan direbus sampai empuk dan matang ditambah sedikit garam lalu di dinginkan lalu di kupas dan lepiu pun siap dimakan. Warna buahnya kuning pudar dan dagingnya agak sedikit berminyak ketika direbus Rasa buah ini seperti umbi-umbian manis dan makanan ini cocok untuk ngemil dan bersama keluarga. Pohon Lapiu ini hanya dapat berbuah sekali dalam 3-5 tahun. 

Buah Lapiu sangat dekat dengan kehidupan  Masyarakat Dayak pesisir seperti Tidung yang banyak mendiami daerah pantai Kalimantan Utara utamanya di daerah sepanjang sungai besar.  Buah Lapiu juga termasuk tanaman lokal daerah berau dan mereka menyebutnya buah Ginalang Leppiu.   Musim berbuahnya hampir bersamaan dengan musim buah-buahan Kalimantan lainnya yaitu Kapul, Durian, Ellai, Langsat, dan Mangga.

Daun Lapiu