Jumat, Desember 02, 2011

Mengatur Panggung untuk Kehidupan: Ilmuwan Membuat Penemuan Penting tentang Atmosfer di Bumi Awal

Kalibrasi mengungkapkan atmosfer dengan keadaan oksidasi yang lebih dekat dengan kondisi-kondisi saat ini. Temuan ini memberi titik awal yang penting bagi penelitian di masa depan tentang asal usul kehidupan di bumi.
Para ilmuwan di New York Center for Astrobiology di Rensselaer Polytechnic Institute telah menggunakan mineral tertua di bumi untuk merekonstruksi kondisi atmosfer yang hadir di bumi segera setelah kelahirannya. Penemuan ini, yang muncul dalam jurnal Nature edisi 1 Desember, merupakan bukti langsung pertama tentang rupa atmosfer purba planet ini segera setelah pembentukannya dan secara langsung menantang penelitian bertahun-tahun pada jenis atmosfer yang memunculkan kehidupan di planet ini.
Para ilmuwan menunjukkan bahwa atmosfer bumi, hanya 500 juta tahun setelah penciptaannya, bukanlah lahan penuh metana seperti yang diusulkan sebelumnya, tapi justru lebih dekat dengan kondisi atmosfer kita saat ini. Temuan ini berimplikasi bagi pemahaman kita tentang bagaimana dan kapan kehidupan dimulai di planet ini dan bisa mulai terjadi pula di tempat lain di alam semesta.
Selama beberapa dekade, para ilmuwan meyakini bahwa atmosfer awal di bumi sangat kekurangan oksigen. Kondisi oksigen yang buruk mengakibatkan atmosfer penuh dengan metana yang berbahaya, karbon monoksida, hidrogen sulfida, dan amonia. Untuk saat ini, masih terdapat teori dan studi, yang secara luas dipegang, tentang bagaimana kehidupan di bumi mungkin telah dibangun dari campuran kandungan atmosfer yang mematikan ini.
Kini, para ilmuwan di Rensselaer mengubah asumsi-asumsi ini dengan temuan yang membuktikan bahwa kondisi-kondisi pada bumi awal tidak hanya kondusif untuk pembentukan jenis atmosfer, namun lebih dari itu, atmosfer pun didominasi senyawa-senyawa kaya oksigen yang juga ditemukan dalam atmosfer kita saat ini – termasuk air, karbon dioksida, dan sulfur dioksida.
“Kami kini dapat mengatakan dengan pasti bahwa banyak ilmuwan yang mempelajari asal usul kehidupan di bumi menentukan atmosfer yang salah,” kata Profesor Bruce Watson.
Temuan ini sisanya mengikuti teori bahwa atmosfer bumi dibentuk oleh gas yang dilepaskan dari aktivitas vulkanik pada permukaannya. Saat ini, seperti pada hari-hari awal di bumi, magma yang mengalir dari dalam bumi mengandung larutan gas-gas. Ketika magma mendekati permukaan, gas-gas itu dilepaskan ke udara di sekitarnya.
“Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa pelepasan gas dari magma ini merupakan input utama bagi atmosfer,” kata Watson. “Untuk memahami sifat atmosfer ‘pada permulaan’, kita perlu menentukan jenis gas apa yang yang dipasok magma ke atmosfer.”
Sebagaimana magma mendekati permukaan bumi, baik lewat letusan maupun lewat kerak, ia lalu berinteraksi dengan bebatuan di sekitarnya, mendingin, dan mengkristal menjadi batu padat. Magma beku ini beserta unsur-unsur yang dikandungnya dapat menjadi tonggak literal dalam sejarah bumi.
Salah satu tonggaknya yang penting adalah zircon. Tidak seperti bahan lain yang dihancurkan dari waktu ke waktu oleh erosi dan subduksi, zircon tertentu sama tuanya dengan bumi itu sendiri. Dengan demikian, zircon benar-benar dapat menceritakan seluruh sejarah planet ini – jika Anda tahu pertanyaan apa yang tepat untuk diajukan.
Para ilmuwan berupaya menentukan tingkat oksidasi magma yang membentuk zircon purba ini untuk mengukur bagaimana oksidasi adalah gas yang dirilis dalam awal sejarah bumi. Dengan memahami tingkat oksidasi ini maka kita bisa mengeja perbedaan antara gas rawa dan campuran uap air serta karbon dioksida, yang begitu biasa bagi kita saat ini, demikian menurut penulis utama studi, Dustin Trail, seorang peneliti pascadoktoral di Center for Astrobiology.
“Dengan menentukan keadaan oksidasi dari magma yang menciptakan zircon ini, maka kita kemudian dapat menentukan jenis gas yang akhirnya membuat jalannya ke atmosfer,” kata Trail.
Untuk melakukan hal ini, Trail, Watson, dan rekan mereka, peneliti pascadoktoral Nicholas Tailby, menciptakan ulang pembentukan zircon di laboratorium pada tingkat oksidasi yang berbeda. Secara literal, mereka membuat lava di laboratorium. Prosedur ini mengarah pada penciptaan sebuah pengukur oksidasi yang kemudian dapat dibandingkan dengan zircon alami.
Selama proses ini, mereka mencari konsentrasi logam bumi langka, yang disebut cerium, dalam zircon. Cerium adalah pengukur oksidasi yang penting karena dapat ditemukan di dua keadaan oksidasi, dengan lebih teroksidasi lagi daripada yang lain. Semakin tinggi konsentrasi tipe cerium yang lebih teroksidasi di dalam zircon, maka semakin teroksidasi atmosfer setelah pembentukannya.
Kalibrasi mengungkapkan atmosfer dengan keadaan oksidasi yang lebih dekat dengan kondisi-kondisi saat ini. Temuan ini memberi titik awal yang penting bagi penelitian di masa depan tentang asal usul kehidupan di bumi.
“Planet kita adalah panggung di mana semua kehidupan telah dimainkan,” kata Watson. “Kita bahkan tidak bisa mulai berbicara tentang kehidupan di bumi sampai kita tahu panggung seperti apakah itu. Dan kondisi oksigen adalah sangat penting karena mempengaruhi jenis molekul organik yang dapat dibentuk.”
Metana dan kurangnya oksigen memang memiliki potensi biologis yang lebih banyak untuk melompat dari senyawa anorganik menjadi pendukung kehidupan, asam amino dan DNA. Dengan demikian, Watson berpikir penemuan ini dapat menghidupkan kembali teori-teori bahwa mungkin blok-blok bangunan untuk kehidupan itu tidak diciptakan di bumi, melainkan dihantarkan dari tempat lain di galaksi.
Bagaimanapun juga, hasil studi ini tidak bertentangan dengan teori yang sudah ada tentang perjalanan hidup organisme anaerobik ke aerobik. Hasil studi ini mengukur sifat molekul gas yang mengandung karbon, hidrogen, dan belerang di atmosfer awal, namun tidak menjelaskan mengenai peningkatan oksigen bebas di udara. Masih ada sejumlah besar waktu untuk oksigen terbangun di atmosfer melalui mekanisme biologis, kata Trail.

Kredit: Rensselaer Polytechnic Institute
Jurnal: Dustin Trail, E. Bruce Watson, Nicholas D. Tailby. The oxidation state of Hadean magmas and implications for early Earth’s atmosphere. Nature, 2011; 480 (7375): 79 DOI: 10.1038/nature10655

faktailmiah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini