Kalibrasi mengungkapkan atmosfer dengan keadaan oksidasi yang lebih
dekat dengan kondisi-kondisi saat ini. Temuan ini memberi titik awal
yang penting bagi penelitian di masa depan tentang asal usul kehidupan
di bumi.
Para ilmuwan di New York Center for Astrobiology di Rensselaer
Polytechnic Institute telah menggunakan mineral tertua di bumi untuk
merekonstruksi kondisi atmosfer yang hadir di bumi segera setelah
kelahirannya. Penemuan ini, yang muncul dalam jurnal Nature
edisi 1 Desember, merupakan bukti langsung pertama tentang rupa atmosfer
purba planet ini segera setelah pembentukannya dan secara langsung
menantang penelitian bertahun-tahun pada jenis atmosfer yang memunculkan
kehidupan di planet ini.
Para ilmuwan menunjukkan bahwa atmosfer
bumi, hanya 500 juta tahun setelah penciptaannya, bukanlah lahan penuh
metana seperti yang diusulkan sebelumnya, tapi justru lebih dekat dengan
kondisi atmosfer kita saat ini. Temuan ini berimplikasi bagi pemahaman
kita tentang bagaimana dan kapan kehidupan dimulai di planet ini dan
bisa mulai terjadi pula di tempat lain di alam semesta.
Selama
beberapa dekade, para ilmuwan meyakini bahwa atmosfer awal di bumi
sangat kekurangan oksigen. Kondisi oksigen yang buruk mengakibatkan
atmosfer penuh dengan metana yang berbahaya, karbon monoksida, hidrogen
sulfida, dan amonia. Untuk saat ini, masih terdapat teori dan studi,
yang secara luas dipegang, tentang bagaimana kehidupan di bumi mungkin
telah dibangun dari campuran kandungan atmosfer yang mematikan ini.
Kini,
para ilmuwan di Rensselaer mengubah asumsi-asumsi ini dengan temuan
yang membuktikan bahwa kondisi-kondisi pada bumi awal tidak hanya
kondusif untuk pembentukan jenis atmosfer, namun lebih dari itu,
atmosfer pun didominasi senyawa-senyawa kaya oksigen yang juga ditemukan
dalam atmosfer kita saat ini – termasuk air, karbon dioksida, dan
sulfur dioksida.
“Kami kini dapat mengatakan dengan pasti bahwa banyak ilmuwan yang mempelajari asal usul kehidupan di bumi menentukan atmosfer yang salah,” kata Profesor Bruce Watson.
Temuan
ini sisanya mengikuti teori bahwa atmosfer bumi dibentuk oleh gas yang
dilepaskan dari aktivitas vulkanik pada permukaannya. Saat ini, seperti
pada hari-hari awal di bumi, magma yang mengalir dari dalam bumi
mengandung larutan gas-gas. Ketika magma mendekati permukaan, gas-gas
itu dilepaskan ke udara di sekitarnya.
“Kebanyakan ilmuwan berpendapat bahwa pelepasan gas dari magma ini merupakan input
utama bagi atmosfer,” kata Watson. “Untuk memahami sifat atmosfer ‘pada
permulaan’, kita perlu menentukan jenis gas apa yang yang dipasok magma
ke atmosfer.”
Sebagaimana magma mendekati permukaan bumi, baik
lewat letusan maupun lewat kerak, ia lalu berinteraksi dengan bebatuan
di sekitarnya, mendingin, dan mengkristal menjadi batu padat. Magma beku
ini beserta unsur-unsur yang dikandungnya dapat menjadi tonggak literal
dalam sejarah bumi.
Salah satu tonggaknya yang penting adalah zircon. Tidak seperti bahan lain yang dihancurkan dari waktu ke waktu oleh erosi dan subduksi, zircon tertentu sama tuanya dengan bumi itu sendiri. Dengan demikian, zircon benar-benar dapat menceritakan seluruh sejarah planet ini – jika Anda tahu pertanyaan apa yang tepat untuk diajukan.
Para ilmuwan berupaya menentukan tingkat oksidasi magma yang membentuk zircon
purba ini untuk mengukur bagaimana oksidasi adalah gas yang dirilis
dalam awal sejarah bumi. Dengan memahami tingkat oksidasi ini maka kita
bisa mengeja perbedaan antara gas rawa dan campuran uap air serta karbon
dioksida, yang begitu biasa bagi kita saat ini, demikian menurut
penulis utama studi, Dustin Trail, seorang peneliti pascadoktoral di
Center for Astrobiology.
“Dengan menentukan keadaan oksidasi dari magma yang menciptakan zircon ini, maka kita kemudian dapat menentukan jenis gas yang akhirnya membuat jalannya ke atmosfer,” kata Trail.
Untuk melakukan hal ini, Trail, Watson, dan rekan mereka, peneliti pascadoktoral Nicholas Tailby, menciptakan ulang pembentukan zircon
di laboratorium pada tingkat oksidasi yang berbeda. Secara literal,
mereka membuat lava di laboratorium. Prosedur ini mengarah pada
penciptaan sebuah pengukur oksidasi yang kemudian dapat dibandingkan
dengan zircon alami.
Selama proses ini, mereka mencari konsentrasi logam bumi langka, yang disebut cerium, dalam zircon. Cerium
adalah pengukur oksidasi yang penting karena dapat ditemukan di dua
keadaan oksidasi, dengan lebih teroksidasi lagi daripada yang lain.
Semakin tinggi konsentrasi tipe cerium yang lebih teroksidasi di dalam zircon, maka semakin teroksidasi atmosfer setelah pembentukannya.
Kalibrasi
mengungkapkan atmosfer dengan keadaan oksidasi yang lebih dekat dengan
kondisi-kondisi saat ini. Temuan ini memberi titik awal yang penting
bagi penelitian di masa depan tentang asal usul kehidupan di bumi.
“Planet
kita adalah panggung di mana semua kehidupan telah dimainkan,” kata
Watson. “Kita bahkan tidak bisa mulai berbicara tentang kehidupan di
bumi sampai kita tahu panggung seperti apakah itu. Dan kondisi oksigen
adalah sangat penting karena mempengaruhi jenis molekul organik yang
dapat dibentuk.”
Metana dan kurangnya oksigen memang memiliki
potensi biologis yang lebih banyak untuk melompat dari senyawa anorganik
menjadi pendukung kehidupan, asam amino dan DNA. Dengan demikian,
Watson berpikir penemuan ini dapat menghidupkan kembali teori-teori
bahwa mungkin blok-blok bangunan untuk kehidupan itu tidak diciptakan di
bumi, melainkan dihantarkan dari tempat lain di galaksi.
Bagaimanapun
juga, hasil studi ini tidak bertentangan dengan teori yang sudah ada
tentang perjalanan hidup organisme anaerobik ke aerobik. Hasil studi ini
mengukur sifat molekul gas yang mengandung karbon, hidrogen, dan
belerang di atmosfer awal, namun tidak menjelaskan mengenai peningkatan
oksigen bebas di udara. Masih ada sejumlah besar waktu untuk oksigen
terbangun di atmosfer melalui mekanisme biologis, kata Trail.
Kredit: Rensselaer Polytechnic Institute
Jurnal: Dustin Trail, E. Bruce Watson, Nicholas D. Tailby. The oxidation state of Hadean magmas and implications for early Earth’s atmosphere. Nature, 2011; 480 (7375): 79 DOI: 10.1038/nature10655
Jurnal: Dustin Trail, E. Bruce Watson, Nicholas D. Tailby. The oxidation state of Hadean magmas and implications for early Earth’s atmosphere. Nature, 2011; 480 (7375): 79 DOI: 10.1038/nature10655
faktailmiah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini