"Analisis kami menunjukkan bahwa kita dapat menghemat sebagian besar
ekosistem bumi yang tersisa dengan membantu negara-negara miskin di
dunia dalam memenuhi makanan mereka sendiri."
Permintaan pangan global bisa mencapai dua kali lipat pada tahun
2050, demikian menurut sebuah proyeksi terbaru yang dilakukan oleh David
Tilman, Profesor Ekologi di Universitas College Minnesota of Biological
Sciences, bersama rekan-rekan, termasuk Jason Hill, asisten profesor di
College of Food, Agricultural and Natural Resource Sciences.
Memproduksi
sejumlah makanan secara signifikan dapat meningkatkan kadar karbon
dioksida dan nitrogen pada lingkungan dan menyebabkan kepunahan
banyak spesies. Tapi hal ini dapat dihindari apabila
teknologi pertanian dari negara-negara kaya diadaptasikan ke
negara-negara miskin, dan apabila semua negara menggunakan pupuk
nitrogen dengan lebih efisien.
“Emisi gas rumah kaca pertanian
bisa dua kali lipat pada tahun 2050 jika kecenderungan dalam produksi
pangan global ini terus berlanjut,” kata Tilman. “Pertanian global sudah
menyumbang sepertiga dari seluruh emisi gas rumah kaca.” Sebagian besar
emisi ini berasal dari pembukaan lahan, yang juga mengancam spesies.
Artikel
dalam studi ini menunjukkan bahwa jika negara-negara miskin melanjutkan
praktek-praktek seperti saat ini, mereka akan membuka lahan yang lebih
besar lagi dari Amerika Serikat (dua setengah miliar hektar) pada tahun
2050. Tetapi jika negara-negara kaya membantu negara miskin meningkatkan
hasil panen ke tingkat yang bisa dicapai, maka pembukaan lahan dapat
dikurangi menjadi setengah miliar hektar.
Penelitian, yang dipublikasikan 21 November dalam Proceedings of the National Academy of Sciences,
menunjukkan bahwa mengadopsi pertanian “intensif” nitrogen-efisien
dapat memenuhi permintaan pangan global di masa depan dengan dampak
lingkungan yang jauh lebih rendah daripada “perluasan” pertanian yang
dipraktekkan oleh negara-negara miskin, yang membuka lahan untuk
menghasilkan lebih banyak makanan. Potensi manfaatnya cukup besar. Pada
tahun 2005, hasil panen di negara-negara terkaya mencapai lebih dari 300
persen lebih tinggi dari hasil panen di negara-negara termiskin.
“Secara
strategis mengintensifkan produksi tanaman pada negara berkembang dan
negara maju akan mengurangi kerusakan lingkungan secara keseluruhan yang
disebabkan oleh produksi pangan, serta menyediakan pasokan makanan yang
lebih adil di seluruh dunia,” kata Hill.
Organisasi Pangan dan
Pertanian (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini memproyeksikan
peningkatan permintaan sebanyak 70 persen. Menurut Tilman, proyeksi ini
pun menunjukkan bahwa dunia menghadapi masalah lingkungan yang besar
kecuali adanya perubahan dalam praktek pertanian.
Dampak
lingkungan akibat pemenuhan permintaan tergantung pada bagaimana
pertanian global dikembangkan. Pembukaan lahan untuk pertanian serta
penggunaan bahan bakar dan pupuk untuk tanaman pertanian meningkatkan
karbon dan nitrogen pada lingkungan dan menyebabkan kepunahan spesies.
Dalam
tulisan ini, Tilman bersama rekan-rekannya mempelajari berbagai cara
untuk memenuhi permintaan pangan dan efek-efek lingkungannya. Pada
dasarnya, pilihannya adalah meningkatkan produktivitas pada lahan
pertanian yang ada, yang membuka lebih banyak lahan, atau melakukan
kombinasi dari keduanya. Mereka mempertimbangkan berbagai skenario pada
seberapa banyak penggunaan nitrogen, pembukaan lahan, dan pelepasan
emisi gas rumah kaca yang berbeda-beda.
“Analisis kami menunjukkan
bahwa kita dapat menghemat sebagian besar ekosistem bumi yang tersisa
dengan membantu negara-negara miskin di dunia dalam memenuhi makanan
mereka sendiri,” kata Tilman.
Kredit: University of Minnesota
Jurnal: David Tilman, Christian Balzer, Jason Hill, Belinda L. Befort. Global food demand and the sustainable intensification of agriculture. Proceedings of the National Academy of Sciences, 21 November 2011. DOI: 10.1073/pnas.1116437108
Jurnal: David Tilman, Christian Balzer, Jason Hill, Belinda L. Befort. Global food demand and the sustainable intensification of agriculture. Proceedings of the National Academy of Sciences, 21 November 2011. DOI: 10.1073/pnas.1116437108
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini