Selasa, Oktober 04, 2011

Kutub Utara Mengalami Penipisan Ozon yang Belum Pernah Terjadi Sebelumnya

Meskipun jumlah total ozon di Kutub Utara jauh lebih banyak dua kali lipat dari yang terlihat pada musim semi di Antartika, namun jumlahnya yang hancur sebanding dengan jumlah lubang ozon Antartika sebelumnya.
Studi dari NASA telah mendokumentasikan sebuah penipisan lapisan ozon yang belum pernah terjadi sebelumnya di atas Kutub Utara pada musim dingin dan musim semi terakhir. Hal ini disebabkan suatu temperatur yang sangat rendah di stratosfer dalam periode yang cukup lama. Fisikawan Universitas Toronto, Kaley Walker, adalah bagian dari tim internasional di belakang studi ini, dipublikasikan secara online dalam Nature, 2 Oktober.
Para peneliti menemukan bahwa jumlah ozon di Kutub Utara yang hancur di tahun 2011 ini adalah sebanding dengan yang terlihat dalam beberapa tahun di Antartika, di mana “lubang-lubang” ozon setiap musim semi telah terbentuk sejak pertengahan tahun 1980-an. Lapisan ozon stratosfir, membentang dari sekitar 15 hingga 35 kilometer di atas permukaan, melindungi kehidupan di bumi dari sinar ultraviolet matahari yang berbahaya.
Para ilmuwan menemukan bahwa pada beberapa ketinggian, periode dingin di Kutub Utara berlangsung lebih dari 30 hari di tahun 2011, lebih lama dari musim dingin Kutub Utara sebelumnya, menyebabkan hilangnya ozon yang belum pernah terjadi sebelumnya. Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk menentukan faktor apa yang menyebabkan periode dingin bertahan sedemikian lamanya.

Kiri: Ozon di stratosfer bumi pada ketinggian sekitar 20 kilometer pada pertengahan Maret 2011, di dekat puncak hilangnya ozon 2011 Kutub Utara. Warna merah mewakili tingkat ozon yang tinggi, sedangkan warna ungu dan abu-abu (di atas wilayah kutub utara) merupakan jumlah ozon yang sangat kecil. Kanan: klorin monoksida - agen utama penyebab kerusakan ozon di stratosfer bagian bawah kutub dingin - pada hari dan ketinggian yang sama. Warna biru dan hijau muda adalah klorin monoksida dalam jumlah kecil, sedangkan warna biru gelap dan hitam merupakan jumlah klorin monoksida yang sangat besar. Garis putih menandai area di mana penghancuran ozon kimiawi tengah berlangsung. (Kredit: NASA/JPL-Caltech)

Lubang ozon Antartika terbentuk ketika kondisi menjadi sangat dingin, hal yang umum bagi stratosfer musim dingin di Antartika, memicu reaksi yang mengkonversi klorin atmosfer dari bahan kimia hasil produksi manusia menjadi bentuk yang bisa merusak ozon. Sedangkan proses yang sama terjadi pula di setiap musim dingin di Kutub Utara, umumnya kondisi stratosfer yang lebih hangat terdapat limit area yang terkena proses serta limit jangka waktu selama di mana reaksi kimia terjadi. Artinya, pada umumnya hilangnya ozon di Kutub Utara jauh lebih sedikit dibandingkan di Antartika.
Untuk menyelidiki hilangnya ozon Kutub Utara 2011, Walker beserta para ilmuwan dari 18 institusi lainnya di sembilan negara (Amerika Serikat, Jerman, Belanda, Rusia, Finlandia, Denmark, Jepang, dan Spanyol) menganalisis seperangkat pengukuran. Meliputi pengamatan harian global jejak gas dan awan dari pesawat ruang angkasa Aura dan Calipso milik NASA; pengukuran ozon dengan balon terinstrumentasi, data meteorologi dan model atmosfer. Tim dari Universitas Toronto berkontribusi pada data balon dengan pengukuran dari Eureka, Nunavut, yang terletak di 80ºN (1.100 km dari Kutub Utara). Tim riset ini berpartisipasi dalam sebuah proyek yang didanai Badan Antariksa Kanada dalam melakukan pengukuran musim semi untuk memverifikasi kinerja satelit Kanada yang disebut Atmospheric Chemistry Experiment (ACE).
“Pada musim dingin 2010-11 di Kutub Utara, kami tidak menemukan suhu yang lebih rendah daripada di musim dingin Kutub Utara sebelumnya,” kata Walker. “Apa yang berbeda tentang tahun ini adalah bahwa suhunya cukup rendah untuk menghasilkan penipis-ozon berbentuk klorin dalam jangka waktu yang jauh lebih lama. Peristiwa-peristiwa hilangnya ozon di Kutub Utara, seperti yang terobservasi tahun ini, bisa menjadi lebih sering apabila suhu stratosfer Kutub Utara di musim dingin mengalami penurunan di masa depan sebagai perubahan iklim bumi.
Hilangnya ozon di Kutub Utara 2011 terjadi di area yang jauh lebih kecil dibandingkan lubang ozon di Antartika. Hal ini karena pusaran badai pada Kutub Utara, yaitu badai berskala besar yang terjadi secara terus-menerus selama menghilangnya ozon, sekitar 40 persen lebih kecil dibandingkan pusaran Antartika. Selain itu, pusaran badai Kutub Utara juga lebih aktif, seringkali berpindah ke seluruh kawasan utara. Penurunan tingkat ozon menyebabkan meningkatnya radiasi ultraviolet, yang diketahui memiliki efek buruk bagi manusia dan bentuk kehidupan lainnya.
Meskipun jumlah total ozon di Kutub Utara jauh lebih banyak dua kali lipat dari yang terlihat pada musim semi di Antartika, namun jumlahnya yang hancur sebanding dengan jumlah lubang ozon Antartika sebelumnya. Hal ini karena tingkat ozon pada awal musim dingin di Kutub Utara biasanya jauh lebih besar daripada tingkat ozon yang ada di awal musim dingin Antartika.
Para ilmuwan mencatat bahwa tanpa adanya Protokol Montreal tahun 1989, yaitu perjanjian internasional yang membatasi produksi zat perusak ozon, maka bisa dipastikan tingkat klorin akan menjadi sedemikian tinggi sehingga lubang ozon di Kutub Utara akan terbentuk pada setiap musim seminya. Bahan-bahan kimia penghilang ozon yang bersifat tahan lama, jika sudah terlanjur berada di dalam atmosfer, akan menghasilkan lubang-lubang ozon Antartika, dan kemungkinan hilangnya ozon Kutub Utara di masa depan, akan terus berlangsung selama beberapa dekade.
“Setiap pengukuran balon dan satelit yang disertakan dalam penelitian ini adalah mutlak diperlukan untuk memahami penipisan ozon yang kami observasi musim dingin lalu,” kata Walker. “Untuk bisa memprediksi hilangnya ozon Kutub Utara di masa depan dalam perubahan iklim, sangatlah penting bagi kita untuk mempertahankan kemampuan pengukuran atmosfer kita.”

Kredit: Universitas Toronto
Jurnal: Gloria L. Manney, Michelle L. Santee, Markus Rex, Nathaniel J. Livesey, Michael C. Pitts, Pepijn Veefkind, Eric R. Nash, Ingo Wohltmann, Ralph Lehmann, Lucien Froidevaux, Lamont R. Poole, Mark R. Schoeberl, David P. Haffner, Jonathan Davies, Valery Dorokhov, Hartwig Gernandt, Bryan Johnson, Rigel Kivi, Esko Kyrö, Niels Larsen, Pieternel F. Levelt, Alexander Makshtas, C. Thomas McElroy, Hideaki Nakajima, Maria Concepción Parrondo, David W. Tarasick, Peter von der Gathen, Kaley A. Walker, Nikita S. Zinoviev. Unprecedented Arctic ozone loss in 2011. Nature, 2011; DOI: 10.1038/nature10556


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini