Quaking aspen adalah anggota keluarga willow. Ia dapat bereproduksi
secara aseksual dan seksual. Quaking aspen mengubah pandangan kalau
pohon tidak dapat melihat seluruh hutan. Apa yang tampak sebagai hutan
dengan banyak pohon individual sebenarnya satu pohon klon raksasa dengan
‘cabang-cabang’ yang terlihat sebagai pohon individual namun
sesungguhnya perpanjangan klon yang masih terhubung secara fungsional
sebagai rumpun. Ukuran organisme ini relatif dengan pemahaman kita yang
biasa mengenai pohon lain membuat kita tercengang. Klon/rumpun aspen
terbesar diyakini ada di Utah. Michael C Grant (1993) menjelaskan rumpun
yang ia namakan Pando (bahasa Latin untuk ‘Saya menyebar’) ini :
“Tersusun dari 47 ribu tunggul pohon, masing-masing dengan perangkat
pohon biasanya seperti daun dan cabang, Pando mencakup daerah seluas 106
akre dan beratnya melebihi 6.5 juta kg, membuatnya 15 kali lebih berat
dari jamur Washington dan hampir 3 kali lebih berat dari Sequoia besar
terbersar.”
Seperti Jeffrey B Mitton dan Michael C Grant (1996) catat, sebagian akar quaking aspen, Populus tremuloides,
dapat mencapai usia lebih dari satu juta tahun. Apa yang lebih menarik
lagi adalah siklus reproduksinya. Seperti dalam banyak tanaman, quaking
aspen dapat bereproduksi seksual (dalam kasus aspen lewat biji) dan
aseksual (lewat pembelahan sel, menciptakan pelari).
Aspek reproduksi seksual quaking aspen dilakukan dengan mengirim benihnya dan sesuai dengan pandangan umum teori evolusi. Secara teori aspen dapat berevolusi lewat kesuksesan reproduktif diferensial
benih ini, namun seperti ditunjukkan Mitton dan Grant, mayoritas
benihnya mati sebelum penyerbukan terutama karena kurangnya air dan
sinar matahari yang tidak cukup. Quaking aspen sangat intoleran terhadap
bayangan.
Kesuksesan aspen tergantung
pada penyedotan dan tipe variasi yang ia sediakan. Penyedotan terjadi
saat pertumbuhan klonal aspen. Setiap sistem akar batang dapat
memunculkan apa yang disebut pelari atau penyedot
di bawah tanah yang pada saatnya akan menusuk ke permukaan dan tumbuh
sebagai batang baru di atas tanah. Menurut Grant, sebuah akar dapat
berjalan 100 kaki sebelum muncul menjadi batang baru walaupun jarak
tertentu (yang berarti kepadatan ramet) bervariasi tergantung pada
lingkungan selektifnya.
Masalah konseptualnya adalah individuasi
(dan karenanya, pada akhirnya, ini dapat dipandang sebagai pertanyaan
metafisika). Bila sebuah batang semata menumbuhkan batang lainnya dan
mereka masih saling ketergantungan secara struktur, haruskah kita
menyebutnya sebagai satu individu besar atau populasi dari banyak
individu yang lebih kecil? Klonalitas atau reproduksi
aseksual tidak selalu jadi masalah bagi teori evolusi (lagipula, banyak
tanaman menggunakan reproduksi aseksual dalam sebagian besar hidupnya);
namun, masalahnya adalah memahami dan menjelaskan sifat perubahan
evolusi ketika klon-klon tetap terintegrasi secara struktur.
Berdasarkan penamaan pada umumnya, individu genetik disebut genet, sementara individu morfologis tampak disebut ramet. Masalahnya adalah bahasa genet-ramet tidak benar-benar membedakan antara ramet
yang berbeda secara fungsional, morfologis dan fisiologis dan ramet
yang saling berhubungan saling tukar air dan nutrisi. Beragam istilah
telah digunakan ahli botani untuk menjelaskan berbagai hubungan
ontologis antara ramet dan genet, namun tidak ada yang benar-benar
diterima umum.
Sebagian merujuk genet sebagai pembelah ketika genet memecah menjadi individu klonal, atau sebagai integrator permanen jika semua ramet tetap terintegrasi secara fungsional lewat sistem perakaran umum.
Integrator
permanen adalah genet yang menarik secara filsafat sains. Lewat
pertumbuhan klonal, sebuah akar dapat memastikan kalau ia memaksimalkan
pemanfaatan sebuah jalur, membuat pembenihan spesies lainnya menjadi
lebih sulit. Quaking aspen meningkatkan kemungkinan kalau ia tidak
diambil alih oleh spesies lain lewat pertumbuhan bukannya menciptakan
akar lain lewat pembenihan.
Bukan
hanya pembenihan yang berhasil langka, namun ia lambat, sementara sebuah
ramet yang terintegrasi tumbuh bagi ukuran dewasa menggunakan
sumberdaya yang dapat membantu benih otonom mengalahkan tekanan selektif
dari merumputnya ungulata (yaitu merumputnya moose dan rusa). Pada
dasarnya akar lebih baik dengan tumbuh lebih besar daripada memproduksi
anak. Akarnya, dengan menggantikan bagiannya yang mati, meningkatkan
kapasitasnya untuk bertahan hidup.
Klonalitas
tidak selalu berujung pada pertumbuhan terintegrasi sebuah genet
raksasa. Pelajaran disini bukanlah kalau reproduksi aseksual tidak
pernah cukup diperhitungkan untuk pandangan yang diterima. Ketika para
klon tidak terintegrasi, kesuksesan reproduktif diferensial sudah cukup.
Namun, kasus seperti aspen menunjukkan kalau sebagian organisme
menggunakan pertumbuhan klonal dan tetap kohesif secara struktural tidak
benar-benar bereproduksi namun terlihat melakukan sesuatu yang benar,
dan kita perlu cara baru menjelaskan evolusinya.
Sumber
Bouchard,
F. 2008. Causal Processes, Fitness, and the Differential Persistence of
Lineages. Philosophy of Science, 75 (December 2008), pp. 560-570
Referensi lanjut
- Cook, Robert E. (1980), “Reproduction by Duplication”, Natural History 89 (3): 88–93.
- Grant, Michael C. (1993), “The Trembling Giant”, Discover 14 (10): 82–89.
- Harper, J. L. (1978), “The Demography of Plants with Clonal Growth”, in A. H. J. Freysen and J. W. Woldendorp (eds.), Structure and Functioning of Plant Populations. Amsterdam: North-Holland, 27–48.
- Mitton, Jeffrey B., and Michael C. Grant (1996), “Genetic Variation and the Natural History of Quaking Aspen”, Bioscience 46 (1): 25–31.
- Oborny, Bea´ta, and A´ da´m Kun (2001), “Fragmentation of Clones: How Does It Influence Dispersal and Competitive Ability?”, Evolutionary Ecology 15: 319–346.
- Olejniczak, Pawel (2003), “Optimal Allocation to Vegetative and Sexual Reproduction in Plants: The Effect of Ramet Density”, Evolutionary Ecology 17: 265–275
- Tamm, Anneli, Kalevi Kull, and Marek Sammul (2002), “Classifying Clonal Growth Forms Based on Vegetative Mobility and Ramet Longevity: A Whole Community Analysis”, Evolutionary Ecology 15: 381–401.
bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini