Kelimpahan pesaing inferior lebih berkurang seiring menjauhnya jarak kekerabatan filogenetik di antara kedua pesaing.
Sebuah penelitian terbaru memberi dukungan bagi hipotesis Darwin  bahwa perjuangan untuk eksistensi ternyata lebih kuat di antara spesies  yang berkerabat dekat daripada yang berkerabat jauh. Sementara para ahli  ekologi umumnya menerima premis tersebut, studi terbaru ini mengandung  bukti terkuat eksperimental langsung dalam mendukung validitasnya.
“Kami menemukan bahwa kepunahan  spesies lebih sering dan lebih cepat terjadi di antara spesies  mikroorganisme yang berkerabat lebih erat, memberi dukungan kuat bagi  teori Darwin, yang kami sebut sebagai hipotesis kesamaan terbatas  filogenetik,” kata Lin Jiang, asisten profesor di Sekolah Biologi di Georgia Tech.
Penelitian ini dipublikasikan secara online dalam jurnal Ecology Letters, 14 Juni 2011, dan didukung National Science Foundation.

Asisten  profesor Sekolah Biologi Georgia Tech, Lin Jiang, menampilkan gambar  mikroskopis dari spesies protista yang ia gunakan untuk mendukung  hipotesis Darwin, di mana perjuangan untuk eksistensi lebih kuat di  antara spesies yang kekerabatannya lebih dekat daripada yang  kekerabatannya jauh. (Kredit: Georgia Tech/Gary Meek)
Jiang  bersama timnya – Cyrille Violle, mantan pasca doktoral di Georgia Tech  yang kini bekerja pada Centre d’Ecologie Fonctionnelle et Evolutive di  Montpellier, Perancis, serta Zhichao Pu, mahasiswa pascasarjana biologi  Georgia Tech – melakukan eksperimen terhadap 10 spesies protista  bersilia dalam ekosistem buatan yang disederhanakan yang disebut  mikrokosmos. Nemergut Diana, asisten profesor di Institut Riset Arktik  dan Alpine dan Program Studi Lingkungan di Universitas Colorado,  Boulder, membantu tim riset membangun pohon keluarga 10 mikroorganisme  tersebut untuk menentukan seberapa dekat kerabat spesiesnya.
“Kami  memilih mikroorganisme bakteri protista bersilia untuk penelitian ini  karena mereka cepat berkembang biak, memungkinkan kami memeriksa  keterdampingan hidup spesies pada beberapa generasi dalam sebuah sistem  tertutup selama periode beberapa minggu, yang tidak akan mungkin bisa  dilakukan jika kami menguji hipotesisnya dengan tanaman atau hewan,”  kata Jiang.
Para peneliti membangun 165 mikrokosmos yang berisi  spesies protista baik secara individu maupun memasangkan dua  spesies, ditambah dengan tiga jenis bakteri lain sebagai makanannya.  Mereka mengumpulkan sampel mingguan dari tiap mikrokosmos dan  memeriksanya di bawah mikroskop, mencatat ada atau tidaknya spesies.  Setelah 10 minggu, para peneliti memperkirakan kepadatan spesies  protista pada tiap-tiap mikrokosmos.
Hasil penelitian menunjukkan  bahwa semua spesies bertahan sampai akhir percobaan jika sendirian di  dalam mikrokosmos. Namun, pada lebih dari setengah eksperimen di mana  protista dipasangkan bersamaan, salah satu dari dua spesies mendominasi,  menyebabkan kepunahan spesies lainnya.
Para peneliti menemukan  bahwa frekuensi dan kecepatan proses kepunahan – yang disebut ‘eksklusi  kompetitif’ – secara signifikan lebih besar di antara spesies yang  berkerabat lebih dekat. Selain itu, dalam mikrokosmos di mana kedua  pesaing hidup berdampingan selama masa percobaan, kelimpahan pesaing  inferior lebih berkurang seiring menjauhnya jarak kekerabatan  filogenetik di antara kedua pesaing.
Penelitian ini juga  menunjukkan bahwa frekuensi eksklusi kompetitif secara signifikan lebih  besar di antara spesies yang ukuran mulutnya serupa.
“Kami  mendokumentasikan ukuran mulut tiap-tiap spesies karena adanya beberapa  bukti bahwa sifat morfologi mempengaruhi tingkat selektivitas dan  tingkat pengambilan partikel mangsa, dan kami menduga bahwa kesamaan  dalam ukuran mulut bisa menerjemahkan eksploitasi sumber daya  bakteri serupa dan hasil dari eksklusi kompetitif,” kata Jiang.
Sementara  mereka menemukan bahwa jauhnya kekerabatan filogenetik bisa lebih baik  memprediksi kemungkinan hidup berdampingan daripada dengan ukuran mulut,  hasil riset menunjukkan bahwa sifat-sifat lainnya yang terlibat dalam  pengambilan sumber daya mungkin juga menjadi prediktor penting dari  hasil interaksi kompetitif dalam komunitas ekologi.
“Studi ini  adalah satu langkah menuju pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana  kekerabatan filogenetik spesies mempengaruhi interaksi,” kata Jiang.  “Kami berharap validasi eksperimental kami terhadap hipotesis kesamaan  terbatas filogenetik dalam ekologi mikroorganisme ini akan mendorong  para ahli ekologi lainnya untuk melakukan studi tambahan pada jenis  organisme lain supaya lebih memvalidasi hipotesis Darwin.”
Hipotesis  kesamaan terbatas filogenetik hanyalah salah satu dari banyak gagasan  Darwin yang dipublikasikan dalam bukunya tahun 1859, berjudul “The  Origin of Species.” Dalam buku ini, Darwin memperkenalkan teori ilmiah  bahwa populasi berevolusi pada generasi ke generasi melalui proses seleksi alam. Buku ini menyajikan bagan bukti bahwa keanekaragaman hidup muncul dari leluhur yang sama melalui pola percabangan evolusi.
Kredit: Georgia Institute of Technology Research News
Jurnal: Cyrille Violle, Diana R Nemergut, Zhichao Pu, Lin Jiang. Phylogenetic limiting similarity and competitive exclusion. Ecology Letters, 2011; DOI: 10.1111/j.1461-0248.2011.01644.x
Jurnal: Cyrille Violle, Diana R Nemergut, Zhichao Pu, Lin Jiang. Phylogenetic limiting similarity and competitive exclusion. Ecology Letters, 2011; DOI: 10.1111/j.1461-0248.2011.01644.x
artikel dikutip dari faktailmiah.com 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini