Sabtu, Januari 08, 2011

Wilayah yang Dirusak Gajah Bermanfaat bagi Spesies Lain

"Oleh karena itu, kelimpahan dan keragaman mangsa mungkin merupakan faktor penting yang menarik spesies-spesies herpetofauna ini ke daerah yang diubah gajah."
Wilayah yang rusak berat akibat ulah gajah justru menjadi rumah bagi lebih banyak spesies amfibi dan reptil dibandingkan dengan wilayah saat hewan-hewan itu tidak merusaknya, demikian hasil sebuah penelitian.
Ilmuwan AS mencatat ada 18 spesies di wilayah yang mengalami kerusakan tinggi, tetapi hanya ada delapan spesies di habitat yang tidak mengalami kerusakan.
Gajah digambarkan sebagai “insinyur ekologi” karena mereka menciptakan dan memelihara ekosistem dengan mengubah habitat secara fisik.
Temuan ini diterbitkan dalam African Journal of Ecology.
“Gajah, bersama dengan sejumlah spesies lainnya, dianggap sebagai insinyur ekologi karena kegiatan mereka memodifikasi habitat dengan cara yang mempengaruhi spesies lain,” jelas Bruce Schulte, yang kini berbasis di Universitas Western Kentucky, AS.
“Mereka melakukan apapun, dari penggalian dengan kaki depan mereka, mencabut rumput hingga merobohkan pohon-pohon besar. Jadi mereka ini benar-benar mengubah bentuk lanskap.”
Ia menambahkan bahwa sistem pencernaan gajah tidak terlalu baik terhadap pengolahan banyak bibit yang mereka makan.
“Sebagaimana tinja juga merupakan pupuk besar, gajah juga dapat meremajakan lanskap dengan mentransportasikan bibit di tempat lain,” kata Dr Schulte.
Tim dari Universitas Georgia Southern, AS, melakukan studi di Ndarakwai Ranch, sebuah situs seluas 4.300 hektar, perpaduan hutan savana (didominasi oleh dua spesies Acacia) dan savana terbuka di Timur Laut Tanzania, antara Agustus 2007 dan Februari 2008.
Mereka mengidentifikasi daerah-daerah yang mengalami kerusakan tinggi, sedang dan rendah akibat ulah gajah, yang dibandingkan dengan area luas bebas gangguan seluas 250 hektar, yang sengaja dipagari untuk melindunginya dari herbivora besar, seperti gajah, zebra, jerapah, dan rusa eland.
Ketika mengambil sampel untuk kekayaan dan kelimpahan spesies, para peneliti menemukan “trend ke arah kekayaan yang lebih besar di daerah-daerah dengan lebih banyak kerusakan dari gajah pada vegetasi berkayu”.
Sahabat baik katak
Kategori kerusakan habitat adalah sebagai berikut:
  • Tinggi - batang utama ditepis dan/atau dijebol
  • Sedang – kerusakan pada batang utama (tidak tertekan) dan lebih dari 50% cabang dan dedaunan rusak
  • Rendah – tidak ada kerusakan pada batang utama dan minimal kerusakan pada cabang dan dedaunan.
Mereka menulis: “Delapan belas spesies herpetofaunal (amfibi dan reptil)  diambil sampelnya dari daerah kerusakan tinggi. Kerusakan daerah menengah terdiri dari 12 spesies, sementara kerusakan daerah rendah memiliki 11 spesies.
“Situs kontrol (daerah berpagar) memiliki kekayaan spesies terendah dengan hanya delapan spesies.”
Dalam tulisan ini, para ilmuwan menyimpulkan bahwa perbedaan dalam kelimpahan dan kekayaan spesies di kawasan yang rusak itu mungkin hasil rekayasa oleh gajah, habitat baru untuk menghasilkan beragam spesies katak.
“Kawah dan puing-puing kayu kasar yang dibentuk oleh pohon tumbang dan patah [meningkatkan] jumlah tempat perlindungan dari pemangsa,” kata mereka
Mereka menambahkan bahwa lokasi itu juga disukai serangga, yang merupakan sumber makanan penting bagi amfibi dan reptil.
“Oleh karena itu, kelimpahan dan keragaman mangsa mungkin merupakan faktor penting yang menarik spesies-spesies herpetofauna ini ke daerah yang diubah gajah.”
Dr Shulte menjelaskan, tim memutuskan untuk melakukan studi ini dalam rangka mengidentifikasi indikator efektif spesies yang menawarkan wawasan tentang kesehatan lingkungan di wilayah ini.
“Dalam suatu pemandangan, seperti savana Afrika, burung dapat saja meninggalkannya jika hal-hal di situ tidak begitu baik,” katanya.
“Amfibia dan reptil cenderung sensitif terhadap perubahan habitat, dan banyak dari mereka yang terbatas dalam hal seberapa jauh mereka bisa pergi dalam waktu yang relatif singkat untuk lari dari persoalan.”
Dia menambahkan bahwa temuan ini memiliki implikasi untuk strategi pengelolaan habitat dan satwa liar.
“Jika kita mengelola habitat, maka kita jelas harus tahu untuk apa kita mengelolanya.
“Apa yang menjadi poin penelitian ini adalah bahwa meskipun hal-hal yang tidak mungkin terlihat terlalu cantik di mata manusia, tidak berarti itu merugikan semua kehidupan yang ada di sana.”
Sumber Artikel: bbc.co.uk

Disadur dari  faktailmiah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini