Pada saat atom dipecah, energi dalam jumlah besar dilepaskan. Secara sederhana seperti inilah tenaga nuklir dijelaskan. Kedengarannya sangat jinak, tetapi produksi nuklir menghasilkan materi radioaktif yang berbahaya. Materi ini memancarkan radiasi yang dapat sangat membahayakan manusia dan lingkungan, bukan hanya sekarang tetapi sampai ratusan ribu tahun mendatang. Paparan terhadap bahan radioaktif telah dikaitkan dengan mutasi genetika, kelainan lahir, kanker, leukemia dan kelainan reproduksi, imunitas, kardiovaskuler dan sistem endokrin. Reaktor nuklir menggunakan uranium sebagai bahan bakarnya. Bahkan sebelum bahan ini siap digunakan sebagai bahan bakar, serangkaian tahapan prosesnya menyebabkan kontaminasi lingkungan serius (Lihat gambar 1). Pada saat uranium dibelah, bukan hanya energi yang dihasilkan tetapi juga limbah radioaktif berbahaya.
Rata-rata bijih uranium mengandung hanya 0,1% uranium. Sebagian besar materi lainnya yang dipisahkan pada saat penambangan bijih uranium adalah bahan beracun, berbahaya dan radioaktif. Sebagian besar reaktor nuklir memerlukan satu jenis uranium khusus, yaitu uranium-235 (U-235). Jenis ini hanya terdapat sebanyak 0,7% dari uranium alam. Untuk meningkatkan konsentrasi U-235, uranium yang diekstraksi dari bijihnya melalui proses pengayaan, yang menghasilkan sejumlah kecil uranium yang telah ‘diperkaya’ yang terpakai dan sejumlah besar limbah, yaitu: depleted uranium (DU), logam berat yang beracun dan radioaktif (Depleted Uranium (DU) adalah produk samping dari proses pengayaan uranium.
Saat ini persediaan di dunia ada lebih dari 1,2 juta ton tanpa adanya guna nyata di masa depan. Inggris dan Amerika Serikat menggunakannya untuk lapisan pelindung pada tank dan ujung pemotong pada persenjataan di Perang Teluk. ). Uranium yang telah diperkaya lalu ditempatkan dalam batang-batang bahan bakar dan ditransportasikan ke reaktor-reaktor nuklir pembangkit listrik. Operasi pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) mengubah bahan bakar uranium menjadi campuran elemen-elemen radioaktif yang sangat beracun dan berbahaya, seperti plutonium. Plutonium adalah elemen buatan yang digunakan dalam bom nuklir, yang mematikan dalam hitungan menit dan berbahaya selama kurang lebih 240.000 tahun. Sebaliknya, energi terbarukan, bersih dan aman. Sumber-sumber energi terbarukan yang terjangkau secara teknis, mampu menghasilkan energi enam kali lebih banyak dari permintaan global saat ini.
Limbah nuklir dikategorikan menurut tingkat keradioaktifannya dan berapa lama ia berbahaya. Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA) memperkirakan bahwa tiap tahun industri energi nuklir menghasilkan apa yang disebutnya sebagai ‘Limbah tingkat rendah dan sedang’ (LILW atau Low and Intermediate-Level Waste) setara dengan 1 juta barel (200.000 m3) dan sekitar 50.000 barel (10.000 m3) ‘Limbah tingkat tinggi’ (HLW). Angka-angka ini tidak termasuk bahan bakar nuklir terpakai, yang merupakan limbah tingkat tinggi juga.
Limbah tingkat rendah dan sedang termasuk bagian dari PLTU yang diuraikan (beton, metal), dan juga pakaian pelindung sekali pakai, plastik, kertas, metal, filter dan resin. Limbah tingkat rendah dan sedang akan tetap radioaktif mulai dari hitungan menit sampai ribuan tahun dan harus disimpan dengan kondisi terkendali dalam waktu tersebut. Walau demikian, limbah radioaktif dalam jumlah besar dilepas ke udara dan laut setiap harinya.
Limbah tingkat tinggi yang sangat berbahaya termasuk materi yang mengandung elemen radioaktif tinggi. Limbah tingkat tinggi bisa tetap radioaktif selama ratusan ribu tahun dan memancarkan radiasi berbahaya dalam jumlah besar. Bahkan paparan selama beberapa menit saja terhadap limbah tingkat tinggi ini dapat menyebabkan radiasi dalam dosis yang mematikan. Dengan demikian perlu disimpan dengan aman selama ratusan ribu tahun. Sebagai perbandingan, umat manusia hidup di muka bumi paling tidak selama 200.000 tahun, dan agar plutonium dianggap aman perlu waktu 240.000 tahun. Penyimpanan yang aman dan terjaga dari limbah berbahaya harus dijamin selama periode ini, yang kemungkinan akan mengalami beberapa Era Es. Tidak heran bahwa solusi penanganan limbah nuklir sampai sekarang belum ditemukan.
Sebagian dari bahan bakar nuklir yang terpakai diproses kembali, yang artinya plutonium dan uranium yang tak terpakai dipisahkan dari limbah, dengan maksud untuk dipergunakan kembali dalam PLTN. Sejumlah kecil negara – Perancis, Rusia dan Inggris – melakukan pengolahan kembali dalam skala komersial. Hasilnya, limbah nuklir berbahaya dan plutonium yang tersaring terus menerus ditransportasikan melewati lautan, perbatasan dan melalui kota-kota. Masalahnya, istilah “pengolahan kembali” adalah menyesatkan. Proses ini sebenarnya menghasilkan lebih banyak limbah berbahaya. Hanya bagian materi radioaktif saja yang diambil dan diproses kembali menjadi bahanbakar; sisanya menghasilkan jumlah besar limbah radioaktif dengan berbagai jenis yang seringkali sulit disimpan.
Tempat-tempat pengolahan kembali nuklir mengeluarkan jumlah besar limbah radioaktif tiap harinya dengan dampak lingkungan serius. Sebuah studi yang dikeluarkan pada tahun 2001 menunjukkan peningkatan kasus leukemia pada umur di bawah 25 tahun yang tinggal dalam radius 10 kilometer dari proyek pengolahan kembali nuklir La Hague, di baratlaut Perancis. Menurut sebuah studi yang dibuat pada tahun 1997 di Inggris, jumlah plutonium yang terdapat pada gigi anak muda yang tinggal dekat proyek pengolahan kembali nuklir Sellafield dua kali lebih tinggi daripada yang ada pada gigi anak-anak yang tinggal lebih jauh. Pengolahan kembali limbah nuklir membahayakan kesehatan dan tidak menurunkan masalah limbah radioaktif. Telah diperkirakan bahwa dalam 40 tahun ke depan, radioaktifitas yang dikeluarkan proyek pengolahan kembali nuklir Rokkasho yang akan dibangun di Jepang, akan sangat tinggi dibandingkan dengan proyek-proyek nuklir lainnya dan akan mengakibatkan paparan nuklir ke masyarakat yang setara dengan separuh dari yang dilepaskan pada bencana Chernobyl.
Dikutip dari: Tenaga Nuklir:pengalihan waktu yang berbahaya. greenpeace.or.id
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
AkarManis
Alpukat
Alzheimer
AMDAL
Antiseptik
Apium graveolens
Asma
Axonopus compressus
Bawang
Benjamin Balansa
Buah
Chelodina
Chelodina mccordi
Cinchona pubescens
Cinchona succirubra
covid
Daun Ketumbar
Deforestasi
Depresi
Desinfektan
EcengPadi
endemik
fauna
flora
Galegeeska revoilii
giant redwood
giant sequoia
GinkoBiloba
Grindelia
Hernia
informasi dunia
informasi hiburan
informasi kehutanan
Informasi Kesehatan
informasi lingkungan
jambu
Jambu Biji
Jejaring Sosial
Jeruk Nipis
Kafein
Kanker Hati
Kayu
Kayu lapis
kehutanan
Kentang
Kepunahan
kera
Kerontokan Rambut
Ketela
Kina
Kompas
Kopi Hitam
Kunyit
Kura-kura
Laboratorium
Lidah Buaya
Limbah
Matematika
Minyak Kemiri
Minyak Rosemary
Monochoria vaginalis
monyet
NAR
Neem
padang rumput
Papan
Papan Partikel
Pezoporus occidentalis
phenylindanes
Phoboscincus bocourti
Plantae
Plywood
Primata
Psidium guajava
Pterodroma cahow
Pulau Rote
Rambut
reptil
Rumput
Rumput Belang
Seledri
Sequoia gigantea
Sequoia wellingtonia
Silva
Singkong
Solenodon cubanus
Spermatophyta
Stres
SUUNTO
teknologi
Tips
topikepalacina
Tradescantia zebrina
Umbi
Yogurt
ZEBRINA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini