Rabu, Maret 31, 2010

Hubungan Nuklir dengan Perlindungan Iklim

Tenaga nuklir, semaksimal apapun, hanya dapat memberikan kontribusi yang amat sedikit terhadap penurunan emisi CO2. Itu pun baru terjadi lama setelah dunia membutuhkan pemangkasan emisi besar-besaran dan hanya dicapai dengan menafikan solusi pendanaan iklim yang nyata. Saat ini 439 reaktor nuklir memasok sekitar 15% listrik global, yang hanya mewakili 6,5% konsumsi energi dunia dan hanya 2% dari penggunaan akhir energi. Skenario global Perspektif Teknologi Energi (Energy Technologies Perspectives) dari Badan Energi Internasional (International Energy Agency/IEA), yang diterbitkan pada bulan Juni 2008, menunjukkan, bahkan jika kapasitas nuklir digandakan empat kali lipat pada tahun 2050, kontribusi nuklir hanya 6% terhadap upaya pemangkasan emisi karbon dari sektor energi hingga separuhnya pada tahun 2050.5 Namun, perluasan nuklir seperti itu merupakan tugas yang mustahil: Biayanya akan mencapai hampir 10 triliun dollar AS hanya untuk membangun reaktor-reaktor nuklir baru, sementara listrik yang dihasilkan baru dapat dinikmati jauh setelah tahun 2020, yaitu pada saat dimana dunia seharusnya sudah jauh mengurangi emisi gas-gas rumah kaca (GRK). Selain itu, pembangkit listrik tenaga nuklir tersebut akan menimbulkan bahaya besar baik dari limbah yang dihasilkannya, kecelakaan, maupun penyebaran nuklir. Sebaliknya, teknologi energi terbarukan yang sudah jelas terbukti, tersedia saat ini, dapat dibangun dan dimanfaatkan dengan cepat serta mampu mengurangi emisi GRK. Sebagai contoh, waktu yang dibutuhkan untuk membangun sebuah turbin tenaga angin yang besar telah berkurang menjadi hanya dua minggu, dengan masa perencanaan antara satu hingga dua tahun. Skenario IEA ETP tahun 2008 yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa kontribusi yang dapat diberikan oleh energi terbarukan terhadap pemangkasan emisi GRK adalah sebesar tiga hingga empat kali lipat lebih besar dibandingkan ekspansi energi nuklir; bahkan terdapat potensi yang lebih besar lagi pada efisiensi energi – dan ini semua bisa diperoleh tanpa resiko pengorbanan yang lebih besar.

Nuklir, sebuah pengalih perhatian yang mahal Investasi untuk membangun stasiun tenaga nuklir membutuhkan modal besar dan penuh resiko. Angka-angka prakiraan saat ini serta jadwal pembangunan yang diajukan industri nuklir kepada investor dan kalangan pemerintahan tidak didukung oleh pengalaman yang lalu atau bahkan oleh yang tengah dialami saat ini. Di India, misalnya, biaya penyelesaian 10 reaktor nuklir terakhir rata-rata sudah tiga kali lipat melebihi anggaran. Reaktor nuklir Olkiluoto 3 yang sedang dibangun di Finlandia. saat ini saja sudah 50% melebihi anggaran. Di lain pihak, skenario [R]evolusi Energi, yang diprakarsai oleh Greenpeace dan Dewan Energi Terbarukan Eropa (European Renewable Energy Council/EREC) menggambarkan suatu peta-jalan energi berkelanjutan, yang akan menggantikan energi nuklir dan bahan bakar fosil secara bertahap. Skenario ini mampu menghemat biaya bahan bakar tahunan ratarata hingga 750 milyar dollar AS, dan akan mencapai 18,7 triliun dollar AS pada tahun 2030. Sebuah keputusan investasi harus dibuat. Investasi untuk menggandakan kapasitas nuklir global sebanyak empat kali lipat akan berkisar antara 6 hingga 10 triliun dolar AS. Sebagaimana perhitungan Amory Lovins dari Institut Rocky Mountain, AS, dibandingkan dengan tenaga nuklir – dan dengan patokan biaya saat ini – pembangkit listrik tenaga angin mampu menggantikan dua kali lipat jumlah karbon bagi setiap dolar yang diinvestasikan.

Sedangkan, dengan standar efisiensi energi hampir delapan kali lipat. Mengusulkan perluasan tenaga nuklir atas nama perubahan iklim hanya menambahkan ancaman yang berpotensi merusak kesehatan, lingkungan dan keamanan untuk mengatasi ancaman bahaya lainnya. Tenaga nuklir menimbulkan resiko yang berbahaya bagi kesehatan, keselamatan dan keamanan. Dalam kenyataannya, seiring dengan meningkatnya dampak perubahan iklim, resiko keselamatan terkait tenaga nuklir juga meningkat. Sebagai contoh, karena tenaga nuklir membutuhkan air dalam jumlah besar untuk proses pendinginan, kekeringan yang sering terjadi di dunia yang sedang mengalami perubahan iklim ini akan berarti bahwa semakin sedikit air yang tersedia untuk mendinginkan reaktor, yang akan menurunkan keandalan reaktor dan menimbulkan kekosongan energi karena pembangkit listrik tenaga nuklir terpaksa harus ditutup.

Dunia harus berupaya sebisa mungkin untuk mempertahankan kenaikan temperatur tetap di bawah dua derajat. Upaya ini hanya dapat dicapai dengan menggunakan energi terbarukan yang berkelanjutan dan efisiensi energi. Tenaga nuklir bukanlah bagian dari solusi iklim namun sebuah pengalih perhatian yang mahal dan berbahaya.
• Emisi gas rumah kaca global harus mencapai puncaknya dan mulai turun pada tahun 2015 dan dipangkas menjadi setengahnya pada tahun 2050.
• Dibutuhkan komitmen yang mengikat bagi negara-negara industri untuk mengurangi emisi sebesar 30% pada tahun 2020 dan 80% pada tahun 2050, lewat upaya-upaya domestik mereka, dan untuk mengarahkan pendanaan-pendanaan besar untuk dekarbonisasi di negara-negara berkembang

Dikutip Dari: Tenaga nuklir merongrong upaya perlindungan iklim. Briefing 2008. greenpeace.org

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini