Sabtu, November 30, 2019

Badak Sumatera, Mata Dunia Kini Tertuju ke Indonesia

Periode 90-an, badak sumatera di Malaysia diperkirakan sekitar 200 individu, tersebar di Semenanjung Malaysia dan Sabah. Populasinya terkonsentrasi di Endau Rompin [20-25 individu], Taman Negara [8-12 individu], dan Sungai Dusun Wildlife Reserve [4-6 individu]. Sisanya, tersebar di Gunong Belumut, Mersing Coast, Ulu Lepar, Sungai Depak, Kuala Balah, Bukit Gebok, Krau Wildlife Reserve, Ulu Selama, Ulu Belum, dan perbatasan Kedah.

Badak pertama yang ditangkap untuk penangkaran [captive breeding] adalah Dusun. Seperti namanya, ia ditangkap di Sungai Dusun, Semenanjung Malaysia, pada 9 September 1986. Penangkaran badak sumatera di Malaysia awalnya dibangun di Sungai Dusun Wildlife Reserve dan Zoo Melaca. Ada 6 individu yang diselamatkan, 5 betina dan satu jantan muda. Namun, jantan muda ini mati setelah dilahirkan induknya yang sewaktu ditangkap bunting.

Penangkaran badak di Sungai Dusun tidak diteruskan, selain badak yang diselamatkan dari Semananjung Malaysia tidak ada lagi di alam, badak yang dipelihara juga mati satu persatu akibat penyakit tripanosoma yang berasal dari lalat. Diduga pula, kematian tersebut akibat sanitasi kurang baik, sehingga menimbulkan gangguan kesehatan serius terhadap badak di penangkaran.

Bagaimana kabar badak Dusun? Dia dikirim ke Sumatran Rhino Sanctuary, Way Kambas, Lampung, sebagai badak betina ketiga yang masuk penangkaran, berdasarkan pertukaran Malaysia dan Indonesia pada 1987. Tujuannya, menyelamatkan badak sumatera dari ancaman kepunahan. Dusun hanya bertahan di SRS selama 3 tahun, mati pada 7 Februari 2001 karena penyakit degenerasi dan senilitas [penuaan].

Selain itu, ada juga badak betina yang dikirim ke Kebun Binatang Dusit, Thailand. Namun, tidak lama mati akibat gangguan pencernaan, akibat pakan yang tidak sesuai. Badak tersebut diberi kacang-kacangan, pisang, kentang, dan beberapa jenis daun

Badak sumatera di alam, kini hanya tersisa di Indonesia, diperkirakan tidak lebih dari 100 individu. Di Sumatera tersebar di Taman Nasional Gunung Leuser, Bukit Barisan Selatan, dan Way Kambas. Khusus di Kerinci Seblat, sudah tidak ditemukan lagi jejaknya sejak 2011. Di Kalimantan Timur, diperkirakan tersisa kurang 15 individu. Itu pun perkiraan terlalu optimis.

Kondisi nyatanya adalah, ada satu badak betina bernama Pahu di SRS Hutan Lindung Kelian Lestari, Kalimantan Timur, yang memerlukan jantan untuk dikawinkan. Sementara di SRS Taman Nasional Way Kambas, Lampung terdapat 7 individu badak [3 jantan dan 4 betina].

Bila dilihat sejarah penyelamatan badak, upaya ini memang cukup panjang dengan tingkat keberhasilan minim. Sejak 1982, para ahli dari mancanegara telah berdiskusi meningkatkan populasi badak di alam.

Pada 1993, perkiraan populasi optimis menyatakan, total populasi badak sumatera di dunia diperkirakan ada 400 individu. Namun, para ahli pada pertemuan 2014 di Singapura sepakat, populasinya justru kurang dari 100 individu. Melalui perdebatan khusus, jika memperkirakan populasi batas minimum, mungkin badak tersisa hanya 30 individu di alam.

Penyelamatan badak sumatera dari ancaman kepunahan, kini ada di tangan Pemerintah Indonesia. Inisiatif aksi penyelamatan, kerja sama internasional, dan penggalangan dana perlu digalakkan.

Harapan penyelamatan badak sumatera tidak dipungkiri berada di pusat penangkaran, seperti di SRS Taman Nasional Way Kambas. Program ini pun perlu dipadu-serasikan dengan potensi-potensi varietas genetik dari individu-individu yang tersisa di Leuser Timur, Bukit Barisan Selatan, Kalimantan Timur; bahkan di Sabah sekalipun meski hanya tersisa sperma dari badak Kertam *(Kertam, badak sumatera subjenis Kalimantan [Dicerorhinus sumatrensis harrisoni] yang berada di BORA [Borneo Rhino Alliance], Taman Nasional Tabin, Sabah, Malaysia, mati pada 27 Mei 2019).

Dikutip dari https://www.mongabay.co.id/2019/06/02/kepunahan-badak-sumatera-mata-dunia-kini-tertuju-ke-indonesia/

Kamis, November 28, 2019

KENCUR (Kaempferia galanga)

Kencur merupakan tanaman herba yang memiliki rimpang (rhizome) beraroma sangat harum. Khasiat dan manfaat kencur yang beragam nyatanya terletak hampir pada tiap bagiannya. Kencur dalam bahasa latin disebut dengan Kaempferia galanga, termasuk ke dalam famili jahe (Zingiberaceae). Tanaman kencur banyak tumbuh di wilayah beriklim tropis dan subtropis. Daerah penyebaran umumnya berada di Asia, antara lain di Indonesia, India, Bangladesh, Tiongkok, dan Jepang.


Nama Umum
Indonesia: kencur, cikur [sun]; 
Malaysia: cikur, cekor; 
Filipina: dusol; 
China: shan nai


Klasifikasi*
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Superdivisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Liliopsida
Subkelas: Commelinidae
Ordo: Zingiberales
Famili: Zingiberaceae
Genus: Kaempferia
Spesies: Kaempferia galanga L.

*Sumber http://plantamor.com/species/info/kaempferia/galanga

Sabtu, November 23, 2019

Nasib Gajah dan Harimau di Riau Makin Terdesak

Nasib satwa langka, dan dilindungi makin menyedihkan di Riau. Habitat makin terdesak, konflik dengan manusia, sampai perburuan untuk perdagangan. Pada Oktober saja, banyak kejadian suram bagi satwa di Riau. Minggu pertama Oktober, gajah Dita mati dalam kubangan parit pembatas kebun masyarakat di Suaka Margasatwa Balai Raja, Kecamatan Mandau, Bengkalis.

Gajah betina usia 25 tahun ini, ditemukan sudah membusuk. Isi perut berserakan. Sejak 2014-2018, Dita dalam pengawasan medis Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Riau, karena tak punya tapak kaki sebelah kiri bagian depan setelah terkena jerat.

BKSDA Riau mendata, selain Dita juga ada satu gajah betina dewasa dan satu anak gajah lain di SM Balai Raja. Data WWF Riau, gajah mati bukan hanya Dita. Pada 2016, dua gajah betina dewasa mati karena sakit dan kesetrum pagar listrik warga yang melindungi kebun.

Syamsidar, WWF Riau, mengatakan, gajah di SM Balai Raja ada 25 pada 2014. Setahun terakhir, hanya lima sampai tujuh gajah terpantau. Selain Dita, ada Seruni, Rimba, Getar, Codet dan Bara.

Konflik harimau dan manusia juga terjadi 24 Oktober 2019 di Indragiri Hilir, Riau. Pada bulan Mei tanggal 23 lalu, harimau menerkam M Amri, pekerja PT RIA di kanal sekunder 41, Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Indragiri Hilir. Pada Agustus, giliran Darmawan asal Sumatera Selatan, diterkam di konsesi PT Bhara Induk, juga lansekap Kerumutan.

Tahun lalu, harimau Bonita, di kantong Kerumutan sudah merenggut dua nyawa, Sumiati dan Yusri. Bonita, harimau yang diketahui merenggut nyawa dua orang itu mau tidak mau harus dievakuasi BKSDA.

Tahun ini, BKSDA Riau tak evakuasi, kata Suharyono, karena wilayah itu memang rumah harimau. “Lansekap Kerumutan kantong harimau di Riau. Tak bijak mengevakuasi harimau dari rumahnya,” katanya, seraya bilang, akan evaluasi menyeluruh atas kejadian konflik manusia dan harimau, yang berulang.

sumber lengkap https://www.mongabay.co.id/2019/11/11/nasib-gajah-dan-harimau-di-riau-makin-terdesak/

Kamis, November 21, 2019

Daun Segudang Manfaat dan Sudah Digunakan Sejak Dahulu

Berikut Beberapa daun buah yang bisa jadi obat alami. Pengobatan dengan daun-daun buah ini bahkan sudah jadi tradisi turun temurun.

1. Daun jambu biji

Selain diare, daun jambu biji juga mampu mengontrol kolesterol, menjaga kesehatan jantung, mencegah sembelit dan menurunkan berat badan. Zat flavanoid dan tanin dalam daun jambu biji membantu mengurangi diare dan membunuh bakteri dalam usus.

2. Daun pepaya

Secara alami daun buah pepaya memiliki rasa pahit yang berasal dari zat alkaliod karpain. Meskipun pahit, daun pepaya ternyata ampuh menurunkan panas saat demam. membunuh bakteri dan jamur berbahaya hingga mengurangi tekanan darah tinggi. 

3. Daun sirsak

Kabarnya, kandungan acetogenin pada daun sirsak ini lebih tangguh melawan sel kanker dibandingkan obat kemoterapi. Tapi daun sirsak ini juga tak boleh dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu panjang karena akan berdampak buruk pada pada hati, ginjal dan sistem saraf. Daun sirsak juga tak dianjurkan untuk ibu hamil dan menyusui.

Kandungan annocatalin, asam gentisic, annomuricin, calcourin dan asam linoleat pada daun sirsak mampu mengobati asam urat.

4. Daun nangka

Daun nangka juga dipercaya bisa mencegah berbagai penyakit mulai dari jantung, stroke hingga kanker. Kandungan phytonutrisi pada daun nangka bisa menyembuhkan luka, penyembuh sakit gigi, penurun panas dan mengontrol tekanan darah. Bagi ibu menyusui, daun nangka bisa jadi alternatif santapan untuk melancarkan produksi ASI.

5. Daun mangga

Pilih daun mangga muda yang punya tekstur lembut. Daun ini bisa langsung dimakan atau diolah lagi menjadi teh. Teh daun mangga yang punya aroma menyegarkan ini juga kerap diandalkan sebagai asupan yang membuat rileks.

Kandungan tanin dan antosianin pada daun mangga terbukti efektif membantu mengobati berbagai penyakit yang disebabkan gula berlebih. Daun mangga juga biasa dikonsumsi untuk mengobati flu, asma dan bronkitis.

sumber https://food.detik.com/info-kuliner/d-4777452/5-daun-buah-ini-punya-segudang-manfaat-dan-sudah-digunakan-sejak-dahulu

Selasa, November 12, 2019

Pengertian TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri)

Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) sendiri adalah nilai isian dalam persentase dari komponen produksi dalam negeri termasuk biaya pengangkutannya yang ditawarkan dalam item penawaran harga barang maupun jasa.

Tujuan diberlakukan TKDN sebenarnya untuk mengurangi defisit perdagangan akibat banyaknya barang impor yang masuk ke Indonesia khusunya Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, Dan Komputer Tablet. Pasalnya, saat era 3G dulu, ponsel bebas diimpor masuk tanpa penyaring apa pun.

Karena untuk pengadaan (Procurement), banyak mesin dan alat-alat yang bahan bakunya masih berasal dari luar negeri tapi perakitannya dilakukan di dalam negeri, sementara Pemerintah berharap, untuk proyek-proyek yang akan dilaksanakan, lebih banyak menggunakan bahan dan jasa dari dalam negeri. Untuk itu, maka penilaian penawaran peserta pengadaan barang / jasa tidak hanya dari segi teknis dan harga tapi juga dari tingkat komponen dalam negeri yang dikandung oleh barang maupun jasa yang ditawarkan.

Produk yang tidak memenuhinya tidak akan diperbolehkan dijual di Indonesia. Vendor harus memakai komponen, produk, atau jasa dari dalam negeri untuk merakit produknya dan memperoleh nilai TKDN yang disyaratkan sehingga bisa tetap berjualan.

Pemerintah sendiri memberikan insentif terhadap Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) tertentu yang dimasukkan dalam proses produksi pada pelbagai jenis industri.

Berikut Peraturan yang berhubungan dengan TKDN:

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 57 Tahun 2006
"Penunjukkan surveyor sebagai pelaksana verifikasi capaian Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) atas barang / jasa produksi dalam negeri"

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 16 Tahun 2011
"Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri"

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 68 Tahun 2015
"Ketentuan dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Elektronika Dan Telematika"

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 29 Tahun 2017
"Ketentuan Dan Tata Cara Penghitungan Nilai Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk Telepon Seluler, Komputer Genggam, Dan Komputer Tablet"

Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 04 Tahun 2017
"Ketentuan Dan Tata Cara Penilaian Tingkat Komponen Dalam Negeri Untuk Pembangkit Listrik Tenaga Surya"

sumber
http://tkdn.kemenperin.go.id
https://corphr.com/pemahaman-tkdn-tingkat-komponen-dalam-negeri-1-2-desember-2015/









Senin, November 11, 2019

Orangutan Tapanuli (Pongo tapanuliensis)

Orangutan tapanuli, sebelum diumumkan sebagai jenis baru, sejatinya sudah dikenal masyarakat setempat dan juga para peneliti orangutan di Sumatera. Tidak ada yang menyangka bila spesies yang telah dipublikasikan lebih seabad ini merupakan jenis berbeda dari dua jenis orangutan yang ada.

Orangutan tapanuli menjadi jenis ke tiga yang hidup di Indonesia, selain orangutan sumatera [Pongo abelii] dan orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus].

Orangutan tapanuli [Pongo tapanuliensis], yang hidup di Ekosistem Batang Toru, Sumatera Utara, resmi dinobatkan sebagai jenis baru, November 2017. Hasil penelitian Alexander Nater et al, berjudul “Morphometric, Behavioral, and Genomic Evidence for a New Orangutan Species” yang dipublikasikan di Jurnal Current Biology menasbihkan temuan yang diteliti sejak 1997 tersebut.

Berdasarkan habitat potensial orangutan tapanuli tersisa, diperkirakan sekitar 34% berupa hutan primer, 52% hutan sekunder, dan 14% merupakan tutupan lahan lain.

Orangutan tapanuli hidup pada habitat sangat terbatas, dalam areal sekitar 132 ribu hektar di bentang alam Batang Toru dan beberapa habitat lain yang terus diteliti. Kondisi habitatnya juga terpisah, karena faktor alam maupun akibat pembangunan wilayah.

Sementara dari sisi fungsi kawasan, sekitar 7 % habitat orangutan tapanuli berada di cagar alam yang wilayah pengelolaan dibawah Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam [BBKSDA] Provinsi Sumatera Utara. Berikutnya, 64% berada di hutan lindung dan 4% di hutan produksi yang pengelolaannya berada di Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Wilayah X Padangsidimpuan dan Wilayah XI Pandan. Sisanya, 25% di areal penggunaan lain yang dikelola pemerintah daerah kabupaten dan masyarakat.

Pemerintah Indonesia dalam Dokumen Strategi dan Rencana Aksi Konservasi [SRAK] Orangutan 2019- 2029, menggunakan angka 577-760 individu, di habitat seluas 1.051,32 kilometer persegi yang tersebar pada dua metapopulasi. Lokasi itu adalah Batang Toru Barat dan Batang Toru Timur [Sarulla Timur].

Dugaan angka populasi orangutan tapanuli masih ada perbedaan. Penelitian Nater et al, 2017 menyatakan kisaran 800 individu, sementara Kuswanda [2018] memprediksi antara 495-577 individu.

Orangutan tapanuli awalnya diduga sebagai populasi orangutan paling selatan dari spesies orangutan sumatera [Singleton et al. 2004]. Studi genetik lebih lanjut yang dilakukan menunjukkan adanya perbedaan mendasar dengan orangutan yang berada di utara Danau Toba, sehingga dapat dinyatakan sebagai sub-spesies baru untuk spesies orangutan sumatera atau Pongo abelii tapanuliensis [Rianti 2015].

Namun, berdasarkan penelitian lebih mendalam, secara taksonomi, orangutan tapanuli lebih dekat dengan orangutan kalimantan. Dengan begitu, populasi orangutan sumatera di Batang Toru dinyatakan sebagai spesies baru bernama Pongo tapanuliensis [Nater et al. 2017].

Berdasarkan studi filogenetik menggunakan analisis komponen utama dan model genetik populasi, pada sampel genetik 37 orangutan liar dan analisis morfologi kerangka 34 jantan dewasa orangutan sumatera dan orangutan kalimantan, hasilnya menunjukkan bahwa populasi orangutan di Batang Toru memang merupakan spesies berbeda.

Orangutan tapanuli berdasarkan gen mitokondria diperkirakan telah terpisah dengan garis keturunan orangutan sumatera dan orangutan kalimantan sejak 3,5 juta tahun silam.

Isolasi terjadi setelah terjadinya erupsi Danau Toba yang mengakibatkan kekhususan mutasi gen dan peningkatan alel orangutan tapanuli.

Berdasarkan data mikrosatelit autosomal, keanekaragaman alel [gen yang memiliki lokus [posisi pada kromosom] yang sama, genom DNA mikondria, dan mitokondria HVR-I menunjukkan bahwa orangutan tapanuli merupakan spesies orangutan paling terisolasi di Sumatera.

Hal ini menunjukkan bahwa populasi orangutan di Batang Toru berbeda dengan populasi orangutan yang ada di Sumatera keseluruhan dan Kalimantan.

Berdasarkan DNA mitokondria, orangutan betina di Batang Toru memiliki kekerabatan lebih dekat dengan orangutan kalimantan dibandingkan orangutan sumatera.

Rambut orangutan dapat digunakan sebagai pembeda. Secara umum, orangutan tapanuli lebih mirip dengan orangutan sumatera dalam hal bentuk tubuh, warna, dan banyaknya rambut.

Orangutan tapanuli memiliki rambut lebih panjang dan lebat sehingga bagian ujung rambut cenderung keriting. Umumnya, betina dan jantan dewasa memiliki rambut yang tumbuh mulai dari atas bibir sampai dagu. Sementara, kepala orangutan tapanuli lebih kecil dan bentuk wajahnya lebih rata.

Pohon yang dijadikan sarang orangutan tapanuli di Batang Toru diperkirakan sebanyak 91 jenis, terdiri 27 famili. Fagaceae banyak dipilih karena pohon relatif kuat yang mampu menopang tubuh orangutan, serta memiliki percabangan horizontal rapat dengan daun tidak berbulu dan bergetah. Daunnya tidak terlalu besar dan lembut.

Namun, ketika pepohonan dari Famili Fagaceae berbuah, orangutan tapanuli justru tidak menggunakannya sebagai sarang. Alasannya, menghindari perjumpaan dan persaingan dengan satwa lain yang juga ingin memanfaatkan pohon tersebut. Rata-rata tinggi pohon yang digunakan untuk bersarang sekitar 16 meter lebih.

Keunikan lain orangutan tapanuli adalah satu-satunya populasi orangutan di hutan dataran rendah tanah kering yang menggunakan alat pada buah cemengang [Neesia sp.] yang sebelumnya hanya ditemukan pada orangutan di hutan rawa [van Schaik 2009].

Sebagai flagship species berstatus Kritis [Critically Endangered] berdasarkan IUCN Red List, orangutan tapanuli bisa dijadikan simbol peningkatan kesadaran konservasi, sekaligus penyelamatan ekosistem hutan dan pembangunan berkelanjutan.


Pemerintah Indonesia telah menetapkan orangutan tapanuli sebagai spesies dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI No.P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Penetapan Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Melalui SK No.308/MENLHK/KSDAE/ KSA.2/4/2019 Tentang Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan Indonesia Tahun 2019-2029 yang diluncurkan 12 Agustus 2019, Pemerintah Indonesia juga telah menerbitkan rencana aksi pelestarian orangutan tapanuli sebagai target prioritas nasional.

Sumber https://www.mongabay.co.id/2019/10/29/orangutan-tapanuli-dan-7-fakta-uniknya/


Senin, November 04, 2019

Satwa Langka di Ibu Kota Baru Indonesia

Presiden Republik Indonesia Joko Widodo [Jokowi] resmi mengumumkan Provinsi Kalimantan Timur sebagai Ibu Kota Indonesia yang baru, di Istana Negara, Jakarta, Senin [26 Agustus 2019]. Pernyataan tersebut disampaikan Presiden, setelah melalui kajian mendalam tiga tahun terakhir. Kalimantan Timur, sebagaimana dilansir dari kaltimprov.go.id, merupakan provinsi terluas kedua setelah Papua, dengan potensi sumber daya alam melimpah. Luas hutan Kalimantan Timur, berdasarkan data 2015 sekitar sekitar 8.339.151 hektar, sungguh memiliki keragaman hayati luar biasa.

Berikut delapan satwa langka kebanggaan Indonesia yang ada di Kalimantan Timur, representasi dari sedikitnya kekayaan hayati yang harus dilindungi dan dilestarikan.

Badak Sumatera
Badak sumatera merupakan satwa langka yang berdasarkan IUCN statusnya ditetapkan Kritis [Critically Endangered], atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Berdasarkan data Population and Habitat Viability Analysis [PHVA] 2015, populasinya diperkirakan kurang dari 100 individu.

Satwa bercula dua ini tersebar hingga India, Bangladesh, Vietnam, Thailand, Semenanjung Malaysia, termasuk Kalimantan dan Sumatera, dan diklasifikasikan dalam tiga subjenis.

Badak sumatera diklasifikasikan dalam tiga subjenis. Dicerorhinus sumatrensis sumatrensis tersebar di Sumatera, Malaysia, dan Thailand. Dicerorhinus sumatrensis harrissoni ada di wilayah Kalimantan. Sementara Dicerorhinus sumatrensis lasiotis ditemukan di Vietnam, Myanmar bagian utara hingga Pakistan bagian timur.

Di Kalimantan Timur, jenis Dicerorhinus sumatrensis harrissoni masih ditemukan di Kabupaten Kutai Barat. Satu individu betina bernama Pahu saat ini berada di Suaka Rhino Sumatra [SRS] Hutan Kelian Lestari.

Sementara, untuk subjenis Dicerorhinus sumatrensis lasiotis, beberapa peneliti badak menyebutkan, keberadaannya sudah tidak terlihat lagi sejak puluhan tahun lalu. Diindikasikan punah.

Orangutan Kalimantan
Orangutan merupakan satu-satunya kera besar yang hidup di Asia. Diperkirakan, sekitar 20 ribu tahun lalu, orangutan tersebar di seluruh Asia Tenggara, dari ujung selatan Pulau Jawa hingga ujung utara Pegunungah Himalaya dan Tiongkok bagian selatan. Kini, 90 persen orangutan hanya ada di Indonesia yaitu di Sumatera dan Kalimantan, sementara sisanya ada di Sabah dan Sarawak, Malaysia.

Indonesia merupakan habitat tiga jenis orangutan: orangutan sumatera, orangutan kalimantan, dan orangutan tapanuli. Namun, ketiganya berstatus Kritis [Critically Endangered] berdasarkan kriteria yang ditetapkan International Union for Conservation of Nature [IUCN].

Orangutan kalimantan [Pongo pygmaeus], hampir berada di seluruh hutan daratan rendah Kalimantan [Kalimantan Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah], kecuali Kalimantan Selatan dan Brunei Darussalam.

Orangutan kalimantan dikelompokkan tiga anak jenis yaitu Pongo pygmaeus pygmaeus [utara Sungai Kapuas hingga timur laut Sarawak]; Pongo pygmaeus wurmbii [tersebar dari selatan Sungai Kapuas hingga bagian barat Sungai Barito]; serta Pongo pygmaeus morio [dari Sabah hingga selatan Sungai Mahakam, Kalimantan Timur].

Rangkong
Rangkong merupakan burung yang masuk keluarga Bucerotidae [julang, enggang, dan kangkareng], yang ditandai ukuran tubuhnya dari 65 cm hingga 170 cm.

Di Indonesia, ada 13 jenis rangkong. Sembilan jenis tersebar di Sumatera dan Kalimantan yaitu enggang klihingan, enggang jambul, julang jambul-hitam, julang emas, kangkareng hitam, kangkareng perut-putih, rangkong badak, rangkong gading, dan rangkong papan. Khusus Kalimantan, semua jenis rangkong tersebut dapat dilihat kecuali rangkong papan.

Empat jenis lain adalah julang sumba, julang sulawesi dan kangkareng sulawesi, serta julang papua.

Beruang Madu
Beruang madu merupakan satwa liar dilindungi berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 dan juga Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Berdasarkan CITES [Convention on International Trade in Endangered Species], beruang madu dimasukkan dalam Appendix I sejak 1979 yang berarti tidak diperbolehkan diburu. Sejak 1994, statusnya dikategorikan Rentan [Vulnerable/VU] yang menunjukkan statusnya menghadapi tiga langkah menuju kepunahan di alam liar.

Beruang madu [Helarctos malayanus] merupakan maskot Kota Balikpapan, Kalimantan Timur. Persebarannya ada di ujung timur India, Bangladesh, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, Vietnam, Malaysia, serta Sumatera dan Kalimantan.

Bekantan
Satwa bernama latin Nasalis larvatus ini dikenal dengan julukan kera belanda karena hidungnya mancung. Satwa endemik Kalimantan ini hidup di ekosistem hutan mangrove. Konversi habitat, perburuan, kebakaran hutan, dan illegal logging menyebabkan nasibnya di ujung tanduk.

Bekantan merupakan satwa dilindungi Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Jenis ini masuk daftar CITES Apendix I yang artinya tidak boleh diperdagangkan. IUCN memasukkan statusnya Genting [Endangered/EN].

Owa
Owa merupakan primata tak berekor anggota suku Hylobatidae. Indonesia merupakan rumah besar 7 jenis owa dari 19 jenis yang ada di Asia. Ada Hylobates moloch [owa jawa] yang tersebar di Jawa Barat dan sebagian Jawa Tengah; Hylobates lar [serudung] yang berada di Sumatera bagian utara; Hylobates agilis [ungko] di Sumatera bagian tengah ke selatan; juga Symphalangus syndactylus [siamang] di seluruh Sumatera.

Berikutnya, Hylobates klosii [bilou] di Pulau Mentawai, Sumatera Barat; Hylobates muelleri [kelempiau] di seluruh Kalimantan; serta Hylobates albibarbis [ungko kalimantan atau kalaweit] yang berada di Kalimantan bagian barat.

Seluruh owa dilindungi Permen LHK P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi.

Pesut Mahakam
Pesut Mahakam [Orcaella brevirostris] merupakan lumba-lumba air tawar yang merupakan simbol Provinsi Kalimantan Timur. Habitatnya di Sungai Mahakam. Ukuran tubuh pesut dewasa hingga 2,3 meter dengan berat mencapai 130 kg. Tubuhnya abu-abu atau kelabu dengan bagian bawah lebih pucat.

Badan Konservasi Dunia International IUCN menetapkan statusnya Genting [Endangered/EN]. Penurunan habitat, polusi suara dari frekuensi tinggi kapal yang melintas, industri, sampah hingga jaring adalah ancaman kehidupan yang dihadapi pesut saat ini.

Rencana zonasi habitat pesut di Kutai Kartanegara [Kukar], Kalimantan Timur, yang diusulkan Yayasan RASI [Rare Aquatic Species of Indonesia] adalah harapan utama lestarinya Irrawady Dolphin di masa mendatang.

Penyu
Indonesia merupakan rumah bagi enam spesies penyu dari tujuh spesies yang ada di dunia. Enam jenis tersebut adalah penyu hijau [Chelonia mydas], penyu sisik [Eretmochelys imbricata], penyu lekang [Lepidochelys olivacea], penyu belimbing [Dermochelys coriacea], penyu pipih [Natator depressus], dan penyu bromo [Caretta caretta].

Di perairan Kepulauan Derawan, Kalimantan Timur, banyak ditemukan penyu hijau. Jenis ini merupakan pemakan tumbuhan yang sesekali memangsa hewan kecil.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor Republik Indonesia Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa yang Dilindungi disebutkan bahwa penyu bromo, penyu hijau, penyu sisik, penyu lekang, dan penyu pipih merupakan jenis dilindungi.

Pelaku kejahatan bisa dijerat UU No.5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Ancamannya, 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.