Teori kinetik gas berkaitan secara
historis maupun konseptual dengan teori mekanika statistik dan
termodinamika. Ini mengapa kita menemukan bahasan teori kinetik gas
dalam buku paket SMA di dekat pembahasan mengenai termodinamika. Teori
kinetik gas berperan penting dalam membentuk fisika modern dan relevan
dengan filsafat sains dalam banyak hal.
Teori Kinetik Gas dalam Perspektif Sejarah
Pendahulu
teori kinetik gas adalah teori statis gas yang diberikan oleh Newton
untuk menjelaskan hukum Boyle. Teori kinetik gas pertama diajukan oleh
Daniel Bernoulli tahun 1738 namun masih belum kuat. Tahun 1820 John
Herapath dan JJ Waterston tahun 1845 mengajukan teori kinetik gas namun
masih tetap diabaikan.
Tahun 1850,
Joule mengajukan hukum kekekalan energi yang mendukung teori kinetik.
Perkembangan lebih lanjut diberikan oleh James Clerk Maxwell yang
menjelaskan banyak sifat gas. Salah satu kekuatan dari Maxwell adalah
kemampuan teorinya untuk memprediksi fenomena transport seperti
konduksi, difusi, dan viskositas panas. Usaha Maxwell kemudian diperluas
oleh Boltzmann.
Teori
kinetik dibangun berdasarkan ontologi atomistik. Ia berangkat dari
anggapan kalau atom itu ada, padahal belum terbukti kalau atom itu ada
di masanya. Baru ketika teori kinetik semakin berkembang, para filsuf
sains dan ilmuan percaya bahwa atom itu ada. Pada pertengahan abad
ke-19, yang diperdebatkan kemudian bukan lagi apakah atom itu ada atau
tidak, tetapi bagaimana bentuk atom. Maxwell berasumsi kalau atom adalah
bola elastis keras yang kemudian di revisi menjadi benda yang merupakan
pusat gaya. Kelvin menganggap atom berbentuk cincin berputar dalam
fluida sejati. Sementara itu, perkiraan ukurannya mulai pula diselidiki.
J Loschmidt (1865) adalah yang pertama menghitung jumlah molekul per
satuan volume yang kemudian sekarang disebut bilangan Avogadro.
Walau
begitu, teori kinetik gas kemudian kehilangan dukungan karena atom dan
molekul tak kunjung terbukti ada. JB Stallo (1884) mengkritik
habis-habisan teori kinetik dengan menyebutnya “beriman pada hantu” dan
“menghabis-habiskan tenaga pada teori yang memuakkan bagi masyarakat
ilmuan yang cerdas”.
Eksistensi atom
dan molekul akhirnya tak terbantahkan lagi ketika Jean Perrin (1913)
melakukan eksperimen jenius untuk fenomena gerak Brown. Ia menyatakan
kepastian empiris dari atom dan molekul dalam bukunya Les Atomes.
Hal ini ditarik dari penjelasan Einstein (yang juga dibuat secara
independen oleh Smoluchowski) atas gerak Brown sebagai hasil dari gerak
molekul yang hanya dapat dijelaskan oleh teori kinetik dan atomisme.
Tetapi, eksperimen Perrin pun memberikan kontradiksi yaitu memperkuat
teori kinetik sekaligus meruntuhkannya.
Eksperimen Perrin
Eksperimen
Perrin dilakukan pada gerak Brown, sebuah gerakan yang terlihat ketika
partikel-partikel berada dalam suatu cairan. Partikel-partikel ini lebih
padat dari pada cairan tempatnya berada, tapi ketika kesetimbangan
tercapai, masih ada partikel yang tetap melayang (tidak tenggelam). Hal
ini dapat dijelaskan bila jumlah rata-rata partikel yang melayang per
satuan volume diasumsikan berada dalam gerak yang acak, menurun
berdasarkan ketinggian. Berdasarkan asumsi ini, jumlah partikel dalam
lapisan datar tipis dalam cairan yang datang dari bawah akan lebih
banyak dari jumlah yang datang dari atas dan akan ada tekanan resultan
yang mendorong partikel untuk naik. Kesetimbangan akan tercapai ketika
tekanan ke atas ini seimbang dengan berat partikel.
Lalu
mengapa saat kesetimbangan tetap ada bintik-bintik yang bergerak?
Bintik-bintik kecil dalam fluida yang bergerak ini dianggap sebagai
sebuah gerakan acak, sehingga sesuatu harusnya bekerja pada
bintik-bintik kecil ini untuk menyebabkan gerakan tersebut. Karena ini
tak dapat dilihat dengan mata atau memakai lensa, sesuatu tersebut
pastilah sangat kecil (Perrin menggunakan mikroskop ultra). Bukannya
fluida dipandang sebagai medium kontinyu hingga tak terbatas, tetapi ia
dipandang terdiri dari partikel-partikel kecil yang disebut atom atau
molekul yang masih cukup besar untuk memiliki momentum untuk menyebabkan
bintik-bintik kecil tersebut bergerak.
Memang
kedengarannya tidak terlalu meyakinkan untuk bukti adanya atom dan
molekul. Bisa saja ia disebabkan oleh gejolak dari luar. Tetapi para
ilmuan telah menggunakan berbagai cara untuk menguji kemungkinan lain,
tidak satupun yang lebih meyakinkan daripada penjelasan Perrin. Atas
dasar ini akhirnya Perrin mendapatkan hadiah nobel fisika tahun 1926
atas penelitiannya dalam struktur materi yang diskontinyu dan khususnya
atas penemuan kesetimbangan endapan.
Perrin
menggunakan eksperimennya untuk memverifikasi persamaan gerak Brown
Einstein. Hal ini mengkonfirmasi bilangan Avogadro dalam tiga cara
independen sekaligus. Adanya tiga cara mengkonfirmasi bilangan Avogadro
membuat sangat kecil kemungkinan kalau keberadaan atom dan molekul tidak
ada.
Yang menarik dari kisah ini
adalah selama beribu tahun para filsuf berdebat apakah sebuah fluida
bersifat kontinyu atau atomik, namun Perrin dan Einstein bekerja sama
dan mengatakan kalau “dari pada berdebat, mari kita periksa”. Sebuah
partikel uji akan bereaksi berbeda dalam dua kasus dan itulah yang
berhasil mereka lakukan, dan mendukung pendapat kalau fluida bersifat
atomik.
Eksperimen Perrin juga
dipandang mendukung teori kinetik gas karena asumsi dasar teori ini
adalah atom dan molekul itu ada. Atom dan molekul inilah yang
menyebabkan gerakan Brown dan juga suhu. Tetapi selain mendukung teori
kinetik, anehnya eksperimen Perrin juga memulai keruntuhan teori
tersebut.
Keruntuhan Teori Kinetik Gas: Kelahiran Mekanika Statistik dan Teori Kuantum
Menurut
Carl Hampel, teori kinetik merupakan penjelasan teoritis atas
fenomenologi hukum-hukum gas seperti hukum Boyle. Kritik filsuf
kontemporer atas Hempel tidak memberikan penafsiran alternatif atas
bagaimana teori kinetik menjelaskan perilaku gas. Tampaknya, fakta kalau
teori kinetik memberikan penjelasan ilmiah tak dapat diragukan lagi:
setiap penjelasan teori yang kokoh harus mampu mempertimbangkan kekuatan
penjelasan teori kinetik. Tetapi kemampuan teori ini menjelaskan bukan
berarti bahwa teori ini benar.
Teori
kinetik gas bermasalah pula dengan fenomena transpor. Usaha untuk
mengatasi masalah ini seringkali dengan mengajukan dakuan yang
bertentangan dengan dasar teori kinetik itu sendiri seperti
mengasumsikan kalau molekul berbentuk titik ataupun bulat. Akibatnya,
usaha-usaha ini pun gagal.
Eksperimen
Perrin yang membuktikan adanya molekul dan atom justru menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan terkait molekul dan atom. Eksperimen Perrin di
satu sisi, mampu menunjukkan kalau teori kinetik benar dalam mengatakan
kalau molekul-molekul yang bergerak merupakan penyebab dari gerak Brown
dan tekanan gas. Di sisi lain, eksperimen Perrin juga menunjukkan pada
luruhnya prinsip ekuipartisi energi untuk derajat kebebasan vibrasional
dan derajat kebebasan rotasional.
Elemen
dasar teori kinetik adalah teorema ekuipartisi, yang menyatakan kalau
setiap derajat kebebasan sistem mengambil bagian yang setara dari energi
kinetik total. Teorema ekuipartisi pun digagalkan oleh pengamatan rasio
kalor spesifik gas yang ternyata tidak sesuai dengan prediksi
ekuipartisi. Lebih lanjut, pengamatan pada spektrum gas juga menolak
prinsip ekuipartisi. Hal ini membawa pada mekanika kuantum yang
memisahkan struktur atom internal (spektra) dari derajat kebebasan
mekanis.
Teori kinetik bermasalah
dengan teori termodinamika. Teori kinetik tidak mampu menjelaskan
kecenderungan menuju kesetimbangan yang dijelaskan oleh hukum kedua
termodinamika. Usaha menjelaskan hal ini diberikan oleh Boltzmann namun
harus menambah satu lagi hipotesis baru yaitu Stosszahlansatz
(kekacauan molekul). Hipotesis ini mengatakan kalau tidak ada korelasi
statistik antara molekul sebelum dan sesudah tabrakan. Hipotesis ini
sayangnya bertentangan dengan asumsi dasar teori kinetik kalau partikel
gas bersifat deterministik sesuai hukum Newton.
Kontradiksi
teori kinetik dengan hukum kedua termodinamika menjadi penghambat besar
teori kinetik. Dari sinilah lahir mekanika statistik yang menyatakan
kalau penurunan entropi bukannya mustahil tapi sangat kecil
kemungkinannya: karena ada banyak keadaan mikro bersesuaian dengan
keadaan makro entropi tinggi (kacau), kemungkinan kalau sistem itu
memiliki entropi semakin besar jauh lebih besar daripada sebaliknya.
Kesimpulan
Teori
kinetik gas sekarang sebenarnya telah tamat, tetapi tetap dimasukkan
dalam buku paket SMA karena kesederhanaannya. Teori kinetik gas
merupakan sisa-sisa petualangan ilmiah abad ke-19 dalam memahami fisika
fluida. Ia memiliki pengaruh besar pada fisika abad ke-20, khususnya
dalam kelahiran dan perkembangan teori kuantum. Sebagai contoh,
penelitian Boltzmann, merupakan unsur kunci dalam solusi masalah radiasi
badan hitam Planck yang menandakan awal teori kuantum di tahun 1900.
Referensi
faktailmiah.com
Makasih bgt bro info nya, sangat bermanfaat buat saya. hehe
BalasHapusJangan Lupa mampir ke blog EXPO Lowongan Kerja Terbaru ane ya Lowongan Kerja BUMN PT Pegadaian (Persero)