Di banyak tempat di dunia, api telah menyala dalam endapan batu bara
bawah tanah dan bahan batuan mudah terbakar lainnya selama ratusan atau
bahkan ribuan tahun. Api dalam endapan batu bara bawah tanah dinyalakan
oleh petir, api permukaan, dan pembakaran spontan selama jutaan tahun.
Api ini memakan bahan permukaan di atasnya, mengubahnya menjadi bahan
rapuh tandus bernama clinker. Baru-baru saja, insiden api telah
meningkat dramatis karena operasi pertambangan dan aktivitas manusia
lainnya.
Ribuan kebakaran bawah tanah saat ini
membakar planet kita, dengan sebagian besar ada di Asia, dimana
diperkirakan sekitar 20 persen produksi batu bara tahunan China terbakar
dalam kebakaran bawah tanah.
Kebakaran
bawah tanah memberikan sejumlah bahaya. Pertama, mereka melepaskan gas
beracun lewat retakan, patahan, dan bukaan lainnya ke permukaan. Uap ini
membunuh tanaman dan mencemari udara dan memberi sejumlah besar gas
rumah kaca ke atmosfer, karenanya menyumbang pada pemanasan global.
Diperkirakan kalau jutaan ton karbon dioksida saja ditambahkan ke
atmosfer per tahun oleh pembakaran batu bara bawah tanah. Volume karbon
dioksida yang diproduksi per tahun oleh kebakaran batu bara bawah tanah
di China diperkirakan sama dengan yang diproduksi oleh semua mobil dan
truk kecil di Amerika Serikat.
Ketika
kebakaran bawah tanah membakar sebuah wilayah, cadangan batu bara hilang
dan menyisakan atap yang tidak ditopang dari cadangan sebelumnya. Hal
ini menyebabkan ketidakstabilan, dan atap ini dapat rubuh ke ruang yang
sebelumnya didiami batu bara. Keruntuhan tersebut sering meluas ke
permukaan, dimana lubang hisap dan struktur runtuh lainnya dapat menelan
lahan yang sebelumnya produktif. Dalam kasus dimana kebakaran terjadi
dekat permukaan, subsidensi dapat terjadi ketika kebakaran, mengubah
lahan menjadi seperti permukaan bulan yang penuh kawah dan clinker.
Kebakaran
bawah tanah dapat terjadi lewat beberapa cara. Pertama, bila sebuah
batuan mudah terbakar seperti batu bara terpapar permukaan, ia dapat
dibakar oleh api atau petir di permukaan. Ketika terbakar, ia dapat
menyebar ke bawah tanah dan terbakar selama puluhan, ratusan, atau
ribuan tahun hingga seluruh bahan bakar habis. Satu kebakaran batu bara
bawah tanah di Australia, yang disebut Burning Mountain,
telah terbakar setidaknya sejak dua ribu tahun lalu. Kebakaran juga
dapat terjadi secara spontan. Mineral dalam batu bara seperti pyrite
melepaskan sejumlah kecil panas ketika terpapar ke oksigen. Bila batu
bara berada dalam wilayah tertutup, seperti sebuah tambang atau rongga
alami, maka panas dapat pula tertumpuk dan akhirnya membakar batu bara.
Batu bara dan gambut bawah tanah juga dapat terbakar akibat kebakaran
hutan dan sambaran petir, seperti yang membakar wilayah hutan di
Indonesia tahun 1997, setelah bertahun-tahun kekeringan. Asap dari
kebakaran hutan dan kebakaran bawah tanah di Indonesia tertiup melintasi
samudera menuju Australia dan kepulauan Pasifik. Kebakaran bawah tanah
yang dipicu oleh kebakaran permukaan di Indonesia terus terbakar hingga
hari ini.
Manusia juga menjadi
penyebab kebakaran bawah tanah lainnya. Sebagai contoh, kebakaran bawah
tanah di tumpukan batu bara di Centralia, Pennsylvania, telah terbakar
semenjak 1961 dan menghancurkan sebagian besar kota dalam jalur
kebakaran. Kebakaran dipicu oleh sampah yang dibuang ke bekas
pertambangan yang terbakar dan menyalakan tumpukan batu bara yang
terpapar ke dinding tambang. Kebakaran menyebar lewat
terowongan-terowongan yang ada yang memberi campuran sempurna antara
bahan bakar, udara, dan panas. Ketika api bergerak menelusuri terowongan
dan keluar sepanjang tumpukan batu bara, lahan di atasnya ikut terbakar
dan berubah menjadi clinker. Pemerintah AS harus membeli lahan dan
memindahkan seluruh warga Centralia, dengan biaya sekitar $40 juta.
Sangat
sulit memadamkan api bawah tanah. Beberapa metode telah dicoba dengan
kesuksesan yang terbatas. Pertama, penghalang dapat dibuat di terowongan
untuk memblokir gerakan api, namun dalam banyak kasus api dapat
membakar daerah sekitar penghalang. Terowongan dapat diisi dengan bahan
padat atau busa, namun bila kebakaran telah berpindah dari terowongan ke
tumpukan batu bara, hal ini juga tidak efektif. Gas yang tidak dapat
terbakar juga dapat dipompakan ke dalam gua atau tambang untuk mencekik
kebakaran dengan menghabiskan bahan bakarnya. Hal ini juga sulit, karena
banyak tambang sangat berpori, dan gas tidak terbakar dapat kabur ke
luar sementara oksigen dapat bergerak masuk. Dalam beberapa contoh,
daerah permukaan pada kebakaran bawah tanah dibendung atau dibanjirkan,
menyebabkan air meresap ke bawah tanah dan memadamkan api. Walau begitu,
dalam sebagian besar kasus, kebakaran bawah tanah terus terjadi, dan
penduduk sekitar harus beradaptasi dengan situasi yang ada. Banyak
tumpukan batu bara di China dan India secara aktif ditambang saat ia
terbakar, dan masyarakat sekitar bernafas dengan uap beracun.
Hidup
di dekat kebakaran batu bara bawah tanah sangatlah berbahaya, seperti
yang ditunjukkan oleh tambang Jharia di India, yang telah terbakar
semenjak 1916. Kebakaran jangka panjang ini menyebabkan dinding tambang
runtuh tahun 1995 dan melepaskan air permukaan ke dalam tambang.
Serangan mendadak air menyebabkan ledakan uap, yang membunuh 60
penambang. Sungguhpun demikian, bencana ini tidak mencegah operasi lebih
lanjut di tambang ini. Populasi di sekitar tambang telah berlipat dua
dalam 20 tahun terakhir, memberi resiko yang lebih besar lagi.
Sumber
Kusky, T. 2008. Landslides: Mass Wasting, Soil, and Mineral Hazards. Facts on File.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini