"Ternyata, perhitungan teoritis pergeseran merah gravitasi berdasarkan
teori relativitas umum adalah sangat sesuai dengan pengamatan
astronomi."
egala observasi dalam astronomi berbasis pada cahaya yang dipancarkan
dari bintang dan galaksi. Sedangkan berdasarkan teori relativitas umum,
cahaya akan terpengaruh oleh gravitasi. Pada saat yang sama, semua
interpretasi dalam astronomi didasarkan pada teori kebenaran yang
relatif, namun belum pernah memungkinkan untuk menguji teori gravitasi
Einstein pada skala yang lebih besar lagi daripada tata surya. Kini,
para astrofisikawan dari Dark Cosmology Centre di Niels Bohr Institute
telah berhasil mengukur bagaimana cahaya dipengaruhi oleh gravitasi pada
perjalanan keluarnya dari kluster galaksi. Pengamatan ini
mengkonfirmasi prediksi teoritis.
Hasilnya telah dipublikasikan dalam jurnal ilmiah, Nature.
Pengamatan
pada jarak yang besar di alam semesta didasarkan pada pengukuran
pergeseran merah, yang merupakan fenomena di mana panjang gelombang
cahaya dari galaksi jauh bergeser lagi dan lagi ke arah merah dengan
jarak yang lebih besar. Pergeseran merah menunjukkan seberapa banyak
alam semesta mengembang dari saat cahaya tertinggal hingga diukur di
Bumi. Selanjutnya, menurut teori relativitas umum Einstein, cahaya dan
pergeseran merah juga dipengaruhi oleh gravitasi dari massa besar
seperti kluster galaksi dan menyebabkan pergeseran merah gravitasional
pada cahaya. Tetapi pengaruh gravitasi pada cahaya belum pernah diukur
pada skala kosmologis.
“Ini sungguh menabjudkan. Kita hidup di era
dengan kemampuan teknologi yang benar-benar bisa mengukur fenomena
seperti pergeseran merah gravitasional kosmologis,” kata astrofisikawan
Radek Wojtak, dari Dark Cosmology Centre di bawah Niels Bohr Institute
di University of Copenhagen.
Kluster galaxy dalam sorotan cahaya
Radek
Wojtak, bersama dengan kolega Steen Hansen dan Jens Hjorth, telah
menganalisis pengukuran cahaya galaksi pada sekitar 8.000 kluster
galaksi. Kluster galaksi adalah akumulasi dari ribuan galaksi, yang
menggerombol akibat gravitasi mereka sendiri. Gravitasi ini mempengaruhi
cahaya yang dikirim ke ruang angkasa dari galaksi-galaksi tersebut.
Para
peneliti telah mempelajari galaksi-galaksi yang berada di tengah
kluster galaksi dan yang terletak di pinggirannya, lalu mengukur panjang
gelombang cahayanya.
“Kami bisa mengukur perbedaan kecil dalam
pergeseran merah galaksi-galaksi tersebut dan melihat bahwa cahaya dari
galaksi yang berada di tengah-tengah kluster ‘merangkak’ keluar melalui
medan gravitasi, sedangkan cahaya dari galaksi-galaksi terpencil lebih
mudah untuk muncul,” jelas Radek Wojtak.
Kemudian dia mengukur
total massa kluster galaksi, dan juga dengan yang terkena potensial
gravitasi. Dengan menggunakan teori relativitas umum dia kini bisa
menghitung pergeseran merah gravitasional pada lokasi-lokasi galaksi
yang berbeda.
“Ternyata, perhitungan teoritis pergeseran merah
gravitasional berdasarkan teori relativitas umum adalah sangat sesuai
dengan pengamatan astronomi. Analisis kami pada pengamatan kluster
galaksi menunjukkan bahwa pergeseran merah cahaya tersebut secara
proporsional berimbang dalam kaitannya dengan pengaruh gravitasional
dari gravitasi kluster galaksi. Dengan demikian, pengamatan kami
mengkonfirmasi teori relativitas,” jelas Radek Wojtak.
Cahaya baru di alam semesta gelap
Penemuan
ini memiliki arti penting bagi fenomena di alam semesta yang tengah
berusaha diungkap oleh para peneliti, yaitu alam semesta gelap yang
misterius – materi gelap dan energi gelap.
Selain
benda-benda angkasa yang terlihat seperti bintang, planet dan galaksi,
alam semesta juga terdiri dari sejumlah besar materi, yang menurut para
peneliti bahwa itu ada, namun yang tidak bisa diamati karena tidak
memancarkan atau memantulkan cahaya. Tidak terlihat sehingga disebut
sebagai materi gelap. Tidak ada yang tahu seperti apakah materi gelap
itu, tapi mereka tahu massa dan gravitasinya. Hasil terbaru mengenai
pergeseran merah gravitasional tidak mengubah model para peneliti untuk
keberadaan materi gelap.
Komponen utama lainnya di alam semesta
adalah energi gelap, yang menurut model teoritis bertindak seperti vakum
yang menyebabkan dipercepatnya ekspansi alam semesta. Menurut
perhitungan, yang didasarkan pada teori relativitas Einstein, energi
gelap merupakan 72 persen struktur alam semesta. Banyak teori-teori
alternatif yang mencoba menjelaskan percepatan ekspansi tanpa kehadiran
energi gelap.
Teori diuji dalam skala besar
“Sekarang
teori relativitas umum telah diuji pada skala kosmologis dan ini
menegaskan bahwa teori relativitas umum memang bekerja. Artinya, ada
indikasi kuat akan keberadaan energi gelap,” jelas Radek Wojtak.
Hasil
gravitasional baru ini dengan demikian mengkontribusikan sepotong
wawasan baru untuk memahami alam semesta gelap dan memberi pemahaman
yang lebih besar tentang sifat alam semesta terlihat.
Kredit: University of Copenhagen
Jurnal: Radoslaw Wojtak, Steen H. Hansen, Jens Hjorth. Gravitational redshift of galaxies in clusters as predicted by general relativity. Nature, 2011; 477 (7366): 567 DOI: 10.1038/nature10445
Jurnal: Radoslaw Wojtak, Steen H. Hansen, Jens Hjorth. Gravitational redshift of galaxies in clusters as predicted by general relativity. Nature, 2011; 477 (7366): 567 DOI: 10.1038/nature10445
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini