Sejak tahun 1800, telah ada 19 letusan gunung berapi dimana seribu atau
lebih orang meninggal. Sebagian besar bencana gunung berapi tidak dapat
dikendalikan, namun pengaruhnya dapat dimitigasi dengan metode prediksi
yang efektif.
Aliran lava, aktivitas piroklastik, emisi
gas, dan gempa vulkanis adalah bahaya primer, ia langsung berasosiasi
dengan gerakan magma dan produk eruptif gunung berapi. Efek lain
bersifat sekunder dan tersier, ia terjadi sebagai hasil sekunder dari
letusan, dan dapat berpengaruh jangka panjang.
Sebagian
besar gunung berapi menghasilkan setidaknya beberapa aliran lava, namun
hal ini lebih menyebabkan lebih banyak kerusakan properti daripada
kematian atau cedera. Di Hawaii, aliran lava dari gunung Kilauea hampir
berlangsung terus menerus selama lebih dari satu dekade.
Rumah,
mobil, jalan raya, dan hutan terkubur oleh aliran lava atau terbakar
akibat api yang dihasilkannya, namun tidak ada kehidupan yang lenyap.
Kadang kala mungkin untuk mengendalikan atau mengalihkan aliran dengan
membangun dinding penghalang, atau dengan mendinginkan bagian depan
aliran dengan air.
Berbeda dengan
aliran lava yang bergerak perlahan, aliran piroklastik yang panas dan
bergerak cepat serta letupan lateral dapat menyerang manusia sebelum
mereka dapat mengungsi. Aliran piroklastik paling destruktif di abad 20
(dilihat dari jumlah korban jiwa) adalah letusan di pulau Martinique
tahun 1902. Sebuah awan menyala turun dari lereng gunung Pele dengan
kecepatan lebih dari 160 km/jam, membunuh 29 ribu orang. Tahun 79 M,
banyak penduduk Pompeii dan Herculaneum terkubur di bawah bahan
piroklastik panas dari letusan gunung Vesuvius di dekatnya. Kebanyakan
korban terbunuh oleh gas vulkanis beracun, dan jasad mereka kemudian
terkubur bahan piroklastik. Tahun 1986, setidaknya 1700 orang dan 3 ribu
ternak kehilangan nyawanya ketika gas beracun dikeluarkan oleh gunung
berapi di Danau Nyos, Kamerun.
Gerakan
magma menuju permukaan Bumi menyebabkan batuan pecah, menghasilkan
deretan gempa bumi. Gelembung dan pendidihan magma di bawah tanah dapat
membawa pada tipe khusus gempa frekuensi tinggi yang disebut tremor
vulkanis.
Banyak bencana sekunder dan
tersier berasosiasi dengan erupsi vulkanis, khususnya erupsi eksplosif.
Erupsi besar, khususnya di daerah pesisir atau laut, menggeser lantai
laut dan dapat menyebabkan tsunami.
Hal ini terjadi tahun 1883 dalam letusan Krakatau, di selat Sunda.
Lebih dari 36 ribu orang terbunuh, sebagian besar akibat dampak tsunami
bukannya letusan itu sendiri.
Bahan
piroklastik dapat menyebabkan efek berbahaya jauh setelah letusan
berakhir. Hujan air lelehan dari salju di puncak gunung berapi dapat
bercampur dengan abu vulkanis dan menciptakan aliran lumpur mematikan,
yang disebut lahar. Tahun 1985, letusan kecil di Nevado
del Ruz di Colombia melelehkan sebagian tudung es di puncaknya. Aliran
lumpur terbentuk ketika air lelehan bercampur dengan abu vulkanis. Lahar
masif bergerak cepat turun ke lembah-lembah sungai di sekitar gunung
berapi, membunuh setidaknya 23 ribu orang. Fenomena terkaitnya adalah
terjangan sisa vulkanis, dimana berbagai tipe bahan: lumpur, balok bahan
piroklastik, pohon, dst bercampur jadi satu. Sebagian besar kerusakan
dari letusan gunung Saint Helen tahun 1980 disebabkan oleh terjangan
sisa vulkanis.
Aktivitas Vulkanis
dapat mengubah lansekap secara permanen. Saluran sungai dapat terblokir,
menghasilkan banjir atau pengalihan permanen aliran air. Topografi
pegunungan dapat berubah secara drastis; letusan gunung Saint Helen
misalnya, di tahun 1980, seluruh sisi atas dan samping gunung tertiup.
Tanah baru dapat terbentuk, seperti pantai-pantai pasir hitam di Hawaii,
yang tersusun dari bahan piroklastik gelap.
Letusan gunung berapi juga mengubah kimia
atmosfer. Faktanya, atmosfer dan samudera Bumi sendiri berasal dari
pelepasan gas bahan mudah menguap lewat gunung berapi. Efek atmosfer
dari letusan besar dapat mencakup hujan garam, racun, atau asam; sunset
spektakuler; perpanjangan waktu kegelapan; dan pengurangan ozon di
stratosfer. Pendinginan global dapat terjadi akibat penghalangan radiasi
matahari oleh bahan piroklastik halus dan aerosol vulkanis. Contoh
terkenalnya terjadi tahun 1815 setelah letusan Gunung Tambora di
Indonesia, yang menyebabkan tiga hari kegelapan total sejauh 500 km dari
gunung berapi. Tahun selanjutnya begitu dingin sehingga ia disebut
“tahun tanpa musim panas”; suhu global rata-rata turun lebih dari 1
derajat Celsius dibawah normal, dan terjadi kegagalan panen di
mana-mana.
Tidak semua dampak
vulkanisme bersifat negatif, dan bukan kebetulan kalau banyak orang
hidup di sekitar gunung berapi yang aktif. Letusan gunung berapi berkala
memperbaiki kandungan mineral di tanah, memastikan kesuburan
berkelanjutan. Vulkanisme menyediakan energi panas bumi, dan berkaitan
dengan pembentukan beberapa tipe endapan mineral. Gunung berapi juga
menyediakan beberapa pemandangan paling mengagumkan di planet ini.
Sumber
Murck, B.W. 2001. Geology: A Self-Teaching Guide. John Wiley and Sons.
dikutip dari faktailmiah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini