Masalah kerusakan tanaman akibat berbagai penyakit terutama akibat serangan hama telah menjadi bagian dari budidaya pertanian dan kehutanan sejak manusia mengusahakan pertanian dan kehutanan ribuan tahun yang lalu. Manusia dengan sengaja menanam tanaman untuk dipungut hasilnya bagi pemenuhan keperluan sandang dan pangan. Kuantitas dan kualitas makanan terus meningkat sesuai dengan perkembangan kehidupan dan kebudayaan manusia. Namun pada setiap usaha pertanian manusia selalu mengalami gangguan oleh pesaing-pesaing yang berupa binatang ikut memakan tanaman yang diusahakannya. Karena itu binatang-binatang pesaing dan pemakan tanaman tersebut kemudian dianggap sebagai musuh manusia atau hama. Oleh karena itu keberadaannya di pertanaman yang merugikan dan tidak diinginkan, sejak semula manusia selalu berusaha untuk membunuh dan memusnahkan hama dengan cara apapun yang diciptakan oleh manusia. Yang dimaksud dengan hama adalah semua binatang yang merugikan tanaman, terutama yang berguna dan dibudidayakan manusia; apabila tidak merugikan tanaman yang berguna dan dibudidayakan manusia dengan sendirinya kita tidak menyebutnya sebagai hama.
Serangan hama dan penyakit pada tanaman budidaya merupakan salah satu faktor penting yang dapat mengurangi hasil pertanian. Selama ini, petani sangat tergantung kepada pestisida kimia untuk mengendalikan hama dan penyakit tersebut, padahal penggunaan pestisida yang berlebihan, tidak saja akan meningkatkan biaya produksi, tetapi juga berdampak buruk bagi kesehatan petani, konsumen maupun keseimbangan hayati sekitarnya. Beberapa pengaruh negatif yang akan timbul akibat penggunaan pestisida kimia sintetis adalah:
1. Hama menjadi resisten (kebal).
2. Peledakan hama akibat tidak efektifnya pemakaian pestisida.
3. Penumpukan residu yang dapat membahayakan. petani/pengguna dan konsumen.
4. Ikut terbunuhnya musuh alami.
5. Terjadinya polusi lingkungan.
6. Perubahan status hama dari hama minor menjadi hama utama.
Hutan adalah suatu lapangan yang bertumbuhan pohon-pohonan yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta lingkungannya. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk atau ditetapkan oleh Menhut untuk dipertahankan sebagai hutan tetap. Pengusahaan/pemanfaatan hutan alam produksi sejak 1970 s/d 1990 memberikan devisa terbesar kedua setelah migas, mendukung pertumbuhan industri perkayuan nasional, menyerap tenaga kerja terutama tenaga-tenaga tidak terampil (Labor Intensive) dan membuka isolasi daerah-daerah pedalaman yang sangat diperlukan dalam pembangunan ekonomi Indonesia. Sejak tahun 1990, kebutuhan bahan baku industri perkayuan tersebut kelihatannya tidak mungkin lagi dipenuhi dari penebangan Hutan Alam Produksi. Oleh sebab itu, pemerintah perlu memikirkan strategi agar kebutuhan bahan baku dapat tetap terpenuhi namun tanpa bergantung penuh pada hutan alam.
Untuk mengatasi masalah tersebut, pemerintah beralih membangun hutan tanaman. Upaya tersebut dinilai cukup dapat membantu menyediakan bahan baku yang akan diolah menjadi bahan kebutuhan manusia. Hutan tanaman memiliki beberapa tujuan diantaranya untuk menyediakan kayu sebagai bahan baku pulp dan kertas, kayu untuk pertukangan, kayu untuk energi, dan lain-lain juga meningkatkan produktivitas hutan produksi, dalam rangka pemenuhan kebutuhan bahan baku industri perkayuan dan penyediaan lapangan usaha (pertumbuhan ekonomi/pro-growth), penyediaan lapangan kerja (pro-job), pemberdayaan ekonomi masyarakat sekitar hutan (pro-poor) dan perbaikan kualitas lingkungan hidup (pro-enviroment); mendorong daya saing produk industri perkayuan (penggergajian, kayu lapis, pulp & paper, meubel dll) untuk kebutuhan dalam negeri dan ekspor.. Namun ternyata pembangunan kehutanan yang mengarah kepada hutan dengan sistem monokultur ini mempunyai beberapa kendala di lapangan. Salah satunya adalah hutan tanaman yang rentan terhadap penyakit dan hama.
Dibandingkan hutan alam, hutan tanaman yang monokultur lebih rentan diserang oleh hama dan penyakit, pengendaliannya juga cukup sulit. Hal ini terjadi karena beberapa faktor, diantaranya:
1. Hutan tanaman yang hanya terdiri dari satu jenis spesies (yang dibudidayakan) atau monokultur, semua pohon yang ada didalamnya relative memiliki sifat yang sama. Dengan demikian, apabila salah satu pohon diserang hama atau penyakit, maka akan dengan cepat menular atau menyebar ke pohon yang lainnya.
2. Selain itu, hutan monokultur merupakan sumber pakan yang tersedia melimpah dan dalam wilayah yang luas. Hama akan berkembang begitu cepat dan akan menyebabkan kerusakan hutan yang cepat pula.
3. Upaya pengendalian atau pemberantasan hama pada hutan tanaman yang monokultur akan sangat sulit untuk dilakukan bahkan kadang tidak terkendali. Oleh sebab itu diperlukan kegiatan pemeriksaan rutin terhadap tanaman untuk mengantisipasi serangan hama dan berkembangnya penyakit.
Hutan alam terdiri dari berbagai spesies yang tentunya memiliki perbedaan sifat yang satu dengan yang lainnya. Sifat tersebut juga menunjukka kerentanan terhadap hama dan penyakit. Oleh sebab itu, perkembangan penyakit dan jumlah hama di hutan alam tidak seperti yang terjadi pada hutan tanaman yang monokultur. Dari segi ekonomi dan melihat tujuan dari pembangunan hutan tanaman, kerugian yang ditimbulkan akibat serangan hama dan penyakit pada hutan tanaman jauh lebih besar dibanding hutan alam. Bahkan tidak nampak kerugian apabila hama dan penyakit tersebut berkembang karena merupakan suatu proses yang terjadi di alam.
thx bg
BalasHapus