Selasa, April 12, 2011

Hewan beradaptasi diri dengan perubahan suhu lingkungan

Hewan-hewan di bumi telah beradaptasi diri dengan perubahan suhu lingkungan seperti panas di padang pasir, atau dingin di zaman glasial. Bagaimanapun juga, mekanisme molekuler untuk adaptasi terhadap lingkungan termal (panas) dalam proses evolusi yang melibatkan sensor suhu tidaklah dipahami dengan baik.
Profesor Makoto Tominaga beserta Asisten Profesor Shigeru Saito di Lembaga Nasional Ilmu Fisiologis (Okazaki Institute for Integrative Bioscience) menunjukkan bahwa molekul yang disebut saluran TRP, berfungsi sebagai sensor suhu pada hewan, menginderakan kisaran suhu yang berbeda antara mamalia dan katak barat bercakar (amfibi) sekalipun jenis saluran TRP yang sama telah diselidiki.
Observasi ini mengindikasikan bahwa sensor suhu secara dinamis dapat mengubah sensitivitas suhu mereka untuk beradaptasi dengan lingkungan termal dalam proses evolusi. Laporan ini diterbitkan dalam majalah sains Amerika, PLoS Genetics (edisi elektronik). Penelitian dilakukan bekerja sama dengan Profesor Ryuzo Shingai di Universitas Iwate.
Studi ini menggunakan katak barat bercakar (Xenopus tropicalis) yang mendiami daerah tropis. Suhu optimal mereka rata-rata sekitar 26 derajat Celcius, dan suhu terendah 20-18 derajat Celsius menyebabkan efek yang merugikan.
Tim peneliti mengidentifikasi gen TRPV3 katak barat bercakar - yang diketahui sebagai sensor suhu hangat pada mamalia - dan meneliti fungsinya. Mereka menemukan bahwa sensitivitas suhu TRPV3 katak barat bercakar berbeda dengan TRPV3 mamalia. Saluran TRPV3 mamalia diaktifkan oleh suhu hangat (33-39 derajat Celcius atau lebih), sedangkan katak barat bercakar diaktifkan oleh suhu dingin (16 derajat Celcius atau kurang). Dengan demikian, katak barat bercakar menginderakan suhu rendah yang merugikan dengan menggunakan sensor suhu.
Selain perbedaan sensitivitas suhu, sekuens asam amino saluran TRPV3 dalam putative cytosolic termini sangat beragam di antara katak barat bercakar dan mamalia. Perbedaan struktural ini mungkin terlibat dalam pergeseran sensitivitas suhu saluran TRPV3. Di sisi lain, saluran TRPV3 mamalia diketahui diaktifkan oleh beberapa senyawa kimia, sedangkan saluran TRPV3 katak barat bercakar tidak diaktifkan oleh senyawa kimia kecuali untuk satu jenis, sehingga sensitivitas kimia dari saluran TRPV3 juga berbeda antara katak barat bercakar dan mamalia.
“Kami meneliti proses evolusi gen saluran TRPV, yang berfungsi sebagai sensor suhu pada vertebrata, dan menemukan bahwa gen repertoar telah terdiversifikasi di antara spesies vertebrata yang berbeda. Evolusi perubahan sensor suhu ini berkaitan dengan adaptasi terhadap lingkungan yang panas atau pergeseran dalam karakteristik fisiologis yang kurang dipahami.
Kami di sini menjelaskan salah satu mekanisme molekuler untuk perubahan fungsional “Pergeseran-Modal” dalam sensor suhu. Hasil penelitian kami menunjukkan bahwa saluran TRPV3 telah memperoleh sensitivitas suhu yang berlawanan selama evolusi vertebrata terestrial. Hal ini, pada gilirannya, menunjukkan bahwa sensitivitas suhu saluran TRP termosensitif tidak selalu stabil namun dapat berubah secara dinamis, bahkan berbalik arah dalam beberapa kasus, selama evolusi untuk beradaptasi dengan lingkungan termal,” kata Tominaga.
Sumber artikel: Evolution of the animal temperature sensor: The functional adaptation to environmental change (eurekalert.org)
Kredit:
National Institute for Physiological Sciences
Informasi lebih lanjut: Saito S, Fukuta N, Shingai R, Tominaga M. Evolution of Vertebrate Transient Receptor Potential Vanilloid 3 Channels: Opposite Temperature Sensitivity between Mammals and Western Clawed Frogs. PLoS Genet 7(4), 7 April 2011: e1002041. DOI: 10.1371/journal.pgen.1002041

Sumber faktailmiah.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini