Pada level nano, para peneliti di Stanford telah menemukan cara baru
mengelas rangkaian kawat kecil. Pekerjaan mereka dapat membawa pada
elektronika inovatif dan penerapan sel surya. Untuk berhasil, mereka
menggunakan plasmonik.
Salah satu bidang penelitian intensif
pada skala nano adalah pembuatan rangkaian konduktif listrik tersusun
dari kawat nano logam. Menjanjikan alur listrik luar biasa, berbiaya
murah, dan mudah diolah, para insinyur melihat suatu hari dimana jaring
tersebut ditemukan umum dlaam touch screen, display video, dioda
pemancar cahaya, dan sel surya film tipis generasi baru.
Di
depan mereka, walau begitu, ada kendala rekayasa yang besar: dalam
pengolahan, rangkaian renik ini harus dipanaskan atau dipress untuk
menyatukan pola melintang kawat nano yang membentuk rangkaian, dan
merusaknya dalam proses tersebut.
Dalam sebuah makalah yang baru diterbitkan dalam jurnal Nature Materials,
sebuah tim insinyur dari Stanford telah menunjukkan teknik pengelasan
kawat nano baru yang menjanjikan yang menggunakan plasmonik untuk
melebur kawat dengan letupan cahaya biasa.
Pembatasan diri
Pada jantung teknik ini adalah fisika plasmonik, interaksi antara cahaya dan logam dimana cahaya mengalir melintasi permukaan logam dalam gelombang, seperti air di pantai.
“Ketika
dua kawat nano disilangkan, kita tahu cahaya akan menghasilkan
gelombang Plasmon di tempat dimana kedua kawat nano bertemu, menciptakan
titik panas. Keindahannya adalah titik panas hanya ada ketika kawat
nano bersentuhan, bukan setelah mereka menyatu. Pengelasan berhenti
dengan sendirinya. Ia membatasi dirinya sendiri,” jelas Mark Brongersma,
asisten professor teknik ilmu bahan di Stanford dan pakar plasmonik.
Brongersma adalah salah satu pengarang senior penelitian ini.
“Sisa
dari kawat dan, sama pentingnya, bahan di bawahnya tidak terpengaruh,”
catat Michael McGehee, seorang insinyur bahan dan juga pengarang
senior makalah ini. “Kemampuan memanaskan dengan presisi meningkatkan
pengendalian, kecepatan, dan efisiensi energi pengelasan skala nano.”
Dalam
citra mikroskop elektron sebelum dan sesudah, kawat nano individual
secara visual berbeda setelah pemendaran. Mereka berbaring di atas yang
lain, seperti pohon yang tumbang di hutan. Ketika di sinari, kawat nano
di atas bertindak seperti semacam antenna, mengarahkan gelombang Plasmon
cahaya ke kawat bawah dan menciptakan panas yang mengelas kawat. Citra
pasca pencahayaan menunjukkan kawat nano seperti-X melintang datar di
belakang substrat dengan sambungan hasil pengelasan.
Transparansi
Selain
mempermudah pembuatan rangkaian kawat nano yang kuat dan berkinerja
lebih baik, para peneliti mengatakan kalau teknik baru mereka dapat
membuka kemungkinan elektroda rangkaian ditanam pada plastik dan polimer
transparan.
Untuk menunjukkan
kemungkinan ini, mereka menanamkan rangkaian mereka pada kain Saran.
Mereka menyiramkan sebuah larutan mengandung kawat nano dari perak dalam
suspense plastik dan mengeringkannya. Setelah pencahayaan, apa yang
tersisa adalah lapisan ultra tipis kawat nano yang tersambung-sambung.
“Lalu
kami menggulungnya seperti sepotong kertas. Ketika kami membuka
gulungan, ia mempertahankan sifat listriknya,” kata pengarang Yi Cui,
asisten professor ilmu dan teknik bahan. “Dan ketika anda mengangkatnya,
ia transparan.”
Hal ini akan membawa
pada pelapis jendela murah yang menghasilkan tenaga surya sementara
mengurangi cahaya yang masuk bagi orang di belakang jendela, kata
peneliti.
“Dalam teknik pengelasan
sebelumnya yang menggunakan lempeng panas, hal ini tidak mungkin
dilakukan,” kata pengarang utama, Erik C. Garnett, PhD, seorang sarjana
pasca doctoral dalam ilmu bahan yang bekerja dengan Brongersma,
McGehee dan Cui. “Kain Saran akan meleleh lebih cepat daripada perak,
merusak alat tersebut seketika.”
“Ada
banyak penerapan yang mungkin yang tidak mungkin tercapai dalam teknik
perakitan lama,” kata Brongersma. “Hal ini membuka beberapa skema
pengolahan skala besar yang sederhana dan menarik untuk alat elektronik –
sel surya, LED, dan display touch screen, khususnya.”
Penelitian
ini didukung oleh Center for Advanced Molecular Photovoltaics (CAMP)
di Universitas Stanford didanai oleh King Abdullah University of
Science and Technology (KAUST).
dikutip dari faktailmiah.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Bila teman suka dengan tulisan di atas
saya berharap teman-teman menuliskan komentarnya
tapi tolong komentar yang sopannya
mari kita jaga sopan santun di dunia maya ini